Bisnis.com, JAKARTA - Pengaturan pembiayaan proyek melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk bakal semakin lentur. Melalui revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 56/2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan SBSN, cakupan proyek yang bisa dibiayai dengan SBSN bakal semakin luas.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman mengatakan bahwa PP tersebut bakal direvisi agar ke depan SBSN bisa digunakan untuk membiayai proyek milik Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, hingga pemerintah daerah (pemda).
Untuk diketahui, sejauh ini, proyek yang bisa dibiayai dengan dana yang terkumpul dari penerbitan SBSN terbatas proyek yang dikerjakan oleh kementerian dan lembaga (K/L).
"Nantinya dalam perubahan PP No. 56/2011 tersebut akan diatur pihak-pihak yang dapat diberikan pembiayaan melalui SBSN proyek tersebut beserta kriteria dan tata caranya, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak," jelas Luky kepada Bisnis, Selasa (25/2/2020).
Secara umum , perubahan regulasi yang mengatur pembiayaan proyek melalui SBSN dilakukan dalam rangka memperbaiki tata kelola pembiayaan proyek. Hal ini mencakup mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengelolaan aset yang dibiayai oleh SBSN.
Cakupan proyek yang bisa dibiayai menggunakan SBSN juga bakal diperluas dari yang sekarang berlaku dalam PP No.56/2011 dalam rangka mendukung percepatan pembangunan.
Baca Juga
Sayangnya, Luky masih belum dapat memerinci seperti apa klausul baru terkait cakupan proyek yang bisa dibiayai dengan SBSN. "Kami masih mengerjakan detailnya," tutur Luky.
Merujuk pada Keputusan Presiden (Keppres) No. 4/2020 tentang Program Penyusunan PP Tahun 2020, pokok materi muatan yang tercakup dalam revisi PP No. 56/2011 antara lain cakupan dan persyaratan proyek, kriteria pemrakarsa proyek, prosedur pengusulan dan penilaian kelayakan proyek.
Selanjutnya penganggaran dan pelaksanaan proyek, pemantauan dan evaluasi proyek, pembayaran kewajiban, hingga pengelolaan objek hasil pembiayaan.
Apabila merujuk pada PP No. 56/2011, memang penerbitan SBSN dalam rangka pembiayaan proyek saat ini masih sangat rigid. Dalam Pasal 4, disebutkan bahwa penerbitan SBSN dalam rangka pembiayaan proyek hanya dapat dilakukan untuk proyek yang telah dialokasikan dalam APBN.
Dalam pasal selanjutnya, proyek yang dapat dibiayai melalui penerbitan SBSN hanya terbatas pada proyek yang sebagian atau seluruh pembiayaannya diusulkan untuk dibiayai melalui penerbitan SBSN dan proyek yang telah mendapatkan alokasi dalam APBN yang sumber pembiayaannya berasal dari rupiah murni.
Pemrakarsa proyek yang dalam hal ini adalah K/L hanya dapat mengusulkan proyek yang dilakukan dalam rangka pembangunan infrastruktur, penyediaan pelayanan umum, pemberdayaan industri dalam negeri, serta pembangunan lain sesuai kebijakan strategis pemerintah.