Bisnis.com, JAKARTA - Para pengembang besar di sektor properti dinilai masih bisa mengantisipasi kelesuan di sektor ini mengingat pengalaman dan perjalanan panjang yang tak perlu diragukan.
Pengembang besar yang membangun rumah non-subsidi sebelumnya dinilai paling mengalami dampak kelesuan di sektor properti selama beberapa tahun belakangan ini.
"Secara penjualan atau pemasukan cashflow, kemungkinan besar pengembang besar yang sudah IPO yang paling terasa dampak penurunan bisnis properti selama 4 tahun terakhir ini," ujar pengamat bisnis properti Panangian Simanungkalit, Kamis (13/2/2020).
Menurut dia, pengembang besar saat ini memang masih terkonsentrasi di pasar segmen kelas menengah ke atas dengan harga di atas Rp1 miliar. Padahal saat ini, pasar yang masih berpotensi adalah segmen harga di bawah Rp1 miliar.
Hanya saja, lanjut dia, para pengembang besar khususnya yang telah melantai di bursa sejauh ini belum ada yang mencatatkan kerugian, walaupun dari sisi penerimaan mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Para pengembang besar juga masih mampu bertahan tanpa melakukan perampingan atau PHK di tengah kelesuan seperti saat ini.
Baca Juga
"Fakta ini sekaligus membuktikan bahwa para pengembang besar itu sudah berpengalaman 30 tahun lebih di dunia properti," kata Founder Panangian School of Property tersebut.
Bahkan, pengembang seperti Ciputra Group, Pakuwon Jati Group, dan Lippo Group dinilai sudah memilki pengalaman panjang saat menghadapi krisis mulai dari tight money policy 1991, krisis moneter 1998 sampai krisis keuangan global pada 2008.
"Kesimpulannya jangan dikhawatirkan pengembang besar soal strategi untuk bertahan bahkan menghadapi krisis keuangan skala global," kata dia.
Panangian melanjutkan bahwa para pengembang besar juga sudah menyusun siasat dalam menghadapi tantangan di sektor properti dengan menyasar segmen gemuk. Pengembang besar sudah melakukan inovasi produk mulai dari desain yang sesuai dengan pasar milenial, tawaran harga terjangkau dan cara pembayaran yang sangat mudah.
Siasat tersebut dilakukan lantaran dalam beberapa tahun belakangan ini pangsa pasar telah didominasi oleh pembeli milenial dengan ukuran tanah dan bangunan yang kecil serta harga di bawah Rp1 miliar.
Sebut saja Ciputra Group dan Lippo yang menurutnya mulai memasarkan harga rumah dengan kisaran Rp200 juta-Rp300 juta.
Menurut dia, strategi yang dijalankan itu dinilai mampu menyerap pasar konsumen milenial di tengah minimnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan pasokan rumah untuk kalangan menengah ke bawah.
"Inilah hikmah dari penurunan daya beli beberapa tahun terakhir ini," ungkapnya.