Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha menilai perlunya revitalisasi peran atase perdagangan dan Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (ITPC) di negara-negara akreditasi demi menggenjot performa ekspor ke depannya. .
Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono berpendapat selama ini, kedua entitas tersebut dianggap belum bisa memaksimalkan kontribusi pada ekspor karena hanya berfokus pada promosi semata. Untuk itu dia meminta pemerintah memberi kelonggaran pada ITPC sehingga bisa melaksanakan proses bisnis secara nyata.
"Seharusnya ada real business yang bergerak di sana, misalnya kesempatan untuk melakukan kesepakatan bisnis. Bukan berarti kepala ITPC berdagang, tapi agar kelihatan jelas, diberi kelonggaran aturan mainnya sehingga bisa memfasilitasi real business," kata Handito kepada Bisnis, Selasa (11/2/2020).
Handito memberi contoh fungsi pusat distribusi yang dia sebut seharusnya bisa bekerja sama dengan ITPC. Pusat distribusi sendiri menjadi kebutuhan penting bagi pelaku usaha ketika melakukan pengiriman produk ke negara tujuan.
"Misalnya saya ingin melakukan ekspor, sebenarnya saya memerlukan pusat distribusi, seharusnya fungsi ini bisa berkolaborasi dengan ITPC. Dengan demikian kinerjanya sejalan dengan peningkatan ekspor," sambung Handito.
Peran ITPC yang lebih leluasa pun disebutnya bisa memberi dampak positif bagi eksportir baru yang mulai menjajal pasar. "Dengan peran yang lebih longgar, para eksportir baru dalam mencari pasar jadi bisa terbantu dengan ITPC."
Sampai Agustus 2019, Kemendag mencatat kontribusi negara-negara akreditasi terhadap kinerja nonmigas telah mencapai 87,3 persen dari total ekspor nonmigas periode tersebut. Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri mencatat kinerja ekspor yang mencapai target perdagangan periode Januari—Agustus 2019 meliputi Arab Saudi, Swiss, Mesir, dan Hong Kong.
Namun target ini diperkirakan tak tercapai pada sebagian besar negara akreditasi. Dari 32 negara yang terdaftar, hanya Vietnam, Swiss, Arab Saudi, Hungaria, dan Meskiko yang diperkirakan mencapai target ekspor sampai akhir 2019.
Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono berpendapat selama ini, kedua entitas tersebut dianggap belum bisa memaksimalkan kontribusi pada ekspor karena hanya berfokus pada promosi semata. Untuk itu dia meminta pemerintah memberi kelonggaran pada ITPC sehingga bisa melaksanakan proses bisnis secara nyata.
"Seharusnya ada real business yang bergerak di sana, misalnya kesempatan untuk melakukan kesepakatan bisnis. Bukan berarti kepala ITPC berdagang, tapi agar kelihatan jelas, diberi kelonggaran aturan mainnya sehingga bisa memfasilitasi real business," kata Handito kepada Bisnis, Selasa (11/2/2020).
Handito memberi contoh fungsi pusat distribusi yang dia sebut seharusnya bisa bekerja sama dengan ITPC. Pusat distribusi sendiri menjadi kebutuhan penting bagi pelaku usaha ketika melakukan pengiriman produk ke negara tujuan.
"Misalnya saya ingin melakukan ekspor, sebenarnya saya memerlukan pusat distribusi, seharusnya fungsi ini bisa berkolaborasi dengan ITPC. Dengan demikian kinerjanya sejalan dengan peningkatan ekspor," sambung Handito.
Peran ITPC yang lebih leluasa pun disebutnya bisa memberi dampak positif bagi eksportir baru yang mulai menjajal pasar. "Dengan peran yang lebih longgar, para eksportir baru dalam mencari pasar jadi bisa terbantu dengan ITPC."
Sampai Agustus 2019, Kemendag mencatat kontribusi negara-negara akreditasi terhadap kinerja nonmigas telah mencapai 87,3 persen dari total ekspor nonmigas periode tersebut. Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri mencatat kinerja ekspor yang mencapai target perdagangan periode Januari—Agustus 2019 meliputi Arab Saudi, Swiss, Mesir, dan Hong Kong.
Namun target ini diperkirakan tak tercapai pada sebagian besar negara akreditasi. Dari 32 negara yang terdaftar, hanya Vietnam, Swiss, Arab Saudi, Hungaria, dan Meskiko yang diperkirakan mencapai target ekspor sampai akhir 2019.