Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 137 negara yang tergabung dalam Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting Project (BEPS) berkomitmen untuk meneruskan pembahasan mengenai pengenaan pajak atas transaksi digital.
Baca Juga
Dalam keterangan resmi dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang diterima Bisnis, Senin (3/2/2020), disebutkan bahwa negara-negara tersebut berkomitmen untuk menyepakati solusi jangka panjang pengenaan pajak digital paling lambat pada akhir 2020.
Dalam dokumen berjudul Statement by the OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS on the Two-Pillar Approach to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalisation of the Economy, yang intinya menjelaskan dua pendekatan terkait tantangan pajak di era ekonomi digital, negara-negara peserta Inclusive Framework sudah berkomitmen untuk meneruskan pembahasan mengenai nexus (jaringan entitas aktual) dan metode alokasi laba usaha sejalan dengan Unified Approach alias pendekatan bersama yang diusung oleh OECD.
Dukungan terhadap Unified Approach merupakan kemajuan yang signifikan dibandingkan sebelumnya.
Sebelumnya, 137 negara dalam Inclusive Framework mengusung 3 proposal terkait nexus dan metode alokasi laba usaha yakni user participation proposal, marketing intagibles proposal, dan significant economic presence.
"OECD berkomitmen untuk melakukan berbagai cara dalam memfasilitasi konsensus. Kami meyakini kegagalan tercapainya konsensus akan mendorong aksi unilateral dari berbagai negara dan hal tersebut akan berdampak negatif pada perekonomian global," ujar Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurría dalam keterangan resminya.
Memang, sepanjang 2019 sudah terdapat beberapa negara yang telah melakukan aksi unilateral dan mendapatkan respon negatif dari negara lain.
Sebagai contoh, aksi unilateral yang dilakukan oleh Prancis yang memutuskan untuk mengenakan pajak sebesar 3 persen atas penghasilan dari transaksi digital, yang kemudian mendapatkan respons dari AS.
AS mengancam untuk mengenakan bea masuk sebesar 100 persen atas produk-produk Prancis seperti sampanye, tas, dan produk-produk lain. Pemerintah AS berkilah bahwa langkah Prancis tersebut telah merugikan perusahaan-perusahaan teknologi dari AS.
Dalam perkembangan terbaru, Prancis pun mengalah dan batal mengenakan rencana pajak tersebut.