Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah masih melakukan kajian skema penyaluran subsidi untuk gas berukuran 3 kilogram tanpa harus mengorbankan masyarakat ke depannya.
Keberhasilan konversi minyak tanah ke gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG) ternyata memberikan pekerjaan rumah baru. Pasokan LPG yang harus didatangkan dari luar negeri, menyebabkan bertambahnya impor minyak dan gas bumi.
Dalam paparannya pada acara diskusi Perubahan Skema Subsidi LPG 3 Kg & Peluang Memaksimalkan Bauran Energi yang diadakan Bisnis Indonesia, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Alimuddin Baso menjelaskan bahwa subsidi pemerintah untuk LPG 3 kg terus meningkat tiap tahunnya.
Dia mengungkapkan, bahwa pada 2019, pemerintah menggelontorkan subsidi senilai Rp42,27 triliun dari total pagu anggaran pada tahun lalu senilai Rp75,22 triliun.
Sementara itu, dari sisi volume, pada tahun lalu volume gas LPG tercatat sebanyak 6,84 juta metrik ton, meningkat 4,8% dibandingkan dengan realisasi 2018 6,53 juta metrik ton.
Kendati demikian, Alimuddin menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mencabut subsidi LPG 3 kg.
Baca Juga
“Tidak akan ada pengalihan subsidi yang menyebabkan kenaikkan harga, oleh karena itu LPG 3 kg tetap ada,” katanya.
Ke depannya, pemerintah tengah mengkaji beberapa opsi sebagai jalan tengah tingginya subsidi LPG 3 kg. Dia mengatakan bahwa pemerintah akan mengkaji pendistribusian LPG 3 kg agar bisa lebih tepat sasaran kepada masyarakat.
Selain itu, pemerintah akan terus menggenjot penyebaran jaringan gas (jargas) sebagai subtitusi konsumsi LPG 3 kg.
“Saya ingin sampaikan 2020 kami sudah rencanakan 266.000 dengan 70 sambungan,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menilai penggunaan jargas dapat menjadi solusi untuk menekan beban subsidi LPG 3 kg.
Dalam implementasinya di beberapa negara Eropa yang sudah menerapkan hal tersebut, ketersediaan dan pasokan gas bukan menjadi masalah yang besar untuk mengaplikasikan jargas untuk kebutuhan rumah tangga.
“Beberapa negara yang tidak memiliki pasokan gas sama sekali bisa menerapkan jargas,” terangnya.
Di lain pihak, Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menuturkan, sebagai solusi jangka pendek, pemerintah sebaiknya merubah sistem distribusi LPG 3 kg menjadi subsidi tertutup.
Menurutnya, hal itu agar subsidi yang diberikan benar-benar sampai kepada pihak yang berhak.
Sementara untuk solusi jangka panjang, Fahmy menilai keterlibatan badan usaha yang lebih banyak dapat menggenjot investasi infrastruktur jargas.
“Jargas bisa menjadi solusi karena cost per unitnya lebih murah dibandingkan dengan gas 3 kg,” terangnya.