Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara acuan (HBA) diperkirakan sulit untuk kembali menembus kisaran US$80 per ton pada tahun ini.
HBA mengawali 2020 dengan hasil negatif di level US$65,93 per ton atau turun 0,55% dibandingkan dengan HBA Desember 2019 senilai US$66,3 per ton.
Ketua Indonesian Mining & Energi Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan fluktuasi naik turunnya HBA setiap bulannya yang berada di bawah 2% apalagi sebatas 0,55% merupakan hal yang wajar di pasar.
"Dari penurunan 0,55% sangatlah wajar sebagai referensi untuk memproyeksikan kondisi pasar batu bara yang akan terjadi ke depan," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (7/1/2020)
Menurutnya, kenaikan harga batu bara di kuartal pertama 2020 atau bahkan sepanjang 2020 diproyeksikan tidak mudah. Pasalnya, banyak faktor yang memengaruhi sehingga untuk rebound bukan hal yang mudah terjadi dalam waktu cepat.
Saat ini, pasar ekspor di Indonesia terbesar terbatas di Cina dan India. China, lanjut Singgih, dapat dibilang merupakan pasar masih cukup baik dan kuat, namun belum menentu atau terbangun secara masif sampai akhir tahun ini.
Baca Juga
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif berpendapat penurunan tipis HBA di awal tahun ini tak dapat mengidentifikasikan faktor dominan yang berpengaruh.
Dia memperkirakan HBA pada tahun ini belum beranjak jauh dari kisaran HBA pada 2019. Adapun diproyeksikan harga batu bara sepanjang tahun 2020 ini berada di kisaran US$60 per ton hingga US$80 per ton.
"Prospek permintaan batu bara masih bagus dengan yang berpengaruh khususnya dari China, India, Korea. Kemudian negara Asia yang punya PLTU batu bara," ucap Irwandy.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia berpendapat kembali rendahnya HBA di awal tahun 2020 ini penyebabnya masih faktor oversupply batu bara, terutama dari Indonesia dan Australia.
"Harapan kami mudah-mudahan bisa membaik HBA di tahun ini," katanya.