Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan alasan Presiden Joko Widodo sampai ingin berkata kasar mengomentari mahalnya harga gas di Indonesia.
Menurut dia, Jokowi ingin Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dijalankan dengan baik.
"Ya intinya Presiden minta Perpres tersebut dijalankan, Perpres tahun 2016, dan diberikan waktu sampai kuartal I tahun 2020 ini untuk bisa dijalankan dengan harga US$6 per MMBTU," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Pramono menjelaskan bahwa tingginya harga gas ini karena dari hulu sudah mahal, masalah di sisi distribusi, hingga infrastruktur yang belum terintegrasi.
"Maka sekarang konsentrasinya adalah bagaimana bisa diturunkan menjadi US$6 per MMBTU pada kuartal I-2020," ucap dia.
Sebelumnya, Presiden mengeluhkan harga gas yang masih mahal kendati sering dibahas di tingkat pusat. Hal ini ia ungkapkan saat membuka rapat kabinet terbatas.
"Sudah beberapa kali kita berbicara mengenai ini, tetapi sampai detik ini kita belum bisa menyelesaikan mengenai harga gas," katanya, Senin.
Saking kesalnya, Jokowi mengatakan sempat ingin bicara kasar. "Saya tadi mau ngomong yang kasar tapi enggak jadi," tuturnya.
Pemerintah pun mengeluarkan tiga opsi untuk menurunkan harga gas. Pertama, pengurangan atau penghapusan Penerima Negara Bukan Pajak (PNPB) yang saat ini sebesar US$2,2.
Kedua, mewajibkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) untuk menerapkan Domestik Market Obligation (DMO) gas kepada Perusahaan Gas Negara (PGN). Terakhir atau ketiga, yaitu memudahkan importasi bagi swasta untuk memasok gas ke kawasan industri tertentu yang belum teraliri jaringan gas nasional.