Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) kembali mengusulkan revisi aturan mengenai konsumen yang layak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebagai langkah preventif menekan potensi over kuota.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan revisi lampiran soal konsumen pengguna BBM bersubsidi pada Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, dapat menjadi solusi menekan potensi over kuota.
"Untuk kendaraan roda enam, [sebaiknya] tidak lagi gunakan BBM subsidi. Selama ini perkebunan dan pertambangan dapat BBM subsidi. Selain itu, kereta api umum dan barang [juga] tidak lagi dapat mengonsumsi BBM subsidi," katanya, Senin (30/12/2019).
Menurutnya, sebelum 2012, kereta api tidak menggunakan BBM bersubsidi. Saat ini, kereta api batu bara rangkaian panjang (babaranjang) masih menggunakan minyak solar bersubsidi.
Fanshurullah juga mengungkapkan bahwa kereta pengangkut sawit dan bubur kertas hasil produksi perusahaan swasta pun menggunakan BBM bersubsidi.
"Ini jadi concern kalau tidak terjadi over kuota, usulan kereta api umum dan barang tidak lagi dapat BBM subsidi," tambahnya.
Terkait alokasi BBM subsidi 2020, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) merilis Surat Keputusan Kepala BPH Migas Tentang Penugasan Penyalur dan Kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Jenis Bensin 2020.
Fanshurullah mengatakan untuk kuota JBT 2020 kuota yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan persetujuan DPR RI dengan kenaikan hanya 800.000 kiloliter (kl).
"Kalau mengacu pada realisasi pada asumsi perekonomian yang sama dan realisasi 2019. Maka ada potensi over kuota lagi pada 2020" katanya.
Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, kuota penyaluran sebanyak 15,87 juta kl terbagi atas minyak solar 15,31 juta kl dan minyak tanah sebesar 0,56 juta kl. Adapun kuota JBT mengalami kenaikan sebesar 5,03 % dari kuota BBM 2019 sebanyak 15,11 juta kl.