Bisnis.com, JAKARTA— Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan hingga saat ini belum ada keputusan final mengenai regulasi tentang tata kelola benih lobster.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat meninjau langsung upaya pembesaran benih lobster yang dilakukan masyarakat Telong Elong dan Teluk Ekas, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (26/12/2019).
"Jika saat ini di media dan ruang publik banyak sekali narasi-narasi yang menyudutkan saya terkait rencana dibukanya ekspor benih, saya tegaskan itu hanyalah salah satu opsi yang muncul dari beberapa dialog dengan masyarakat nelayan. Sampai saat ini belum ada keputusan final apapun berkaitan dengan isu tersebut," kata Edhy melalui keterangan resmi yang diterima Bisnis.com, Kamis (26/12/2019).
Dia menambahkan, pemanfaatan benih lobster untuk kegiatan budi daya jelas harus didorong. Pasalnya, pengembangan budi daya ini tidak hanya untuk memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga berperan sebagai buffer stock, yaitu melalui pengaturan kewajiban restocking pada fase tertentu.
"Kami juga akan segera menyusun roadmap pengembangan industri lobster nasional dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait. Kajian stok, pengaturan area tangkap lestari, pemetaan ruang untuk budidaya, penyiapan teknologi, investasi, dan lain lain akan mulai kita susun strateginya," cetusnya.
Salah satu contoh klaim keberhasilan pembesaran benih lobster ada di NTB. Masyarakat Telong Elong hingga Dusun Gilire disebut telah melakukan pembesaran benih lobster secara konvensional sejak 2007 silam. Sementara di Teluk Ekas, telah berhasil dilakukan pembesaran dengan teknologi yang lebih modern.
Baca Juga
Perairan selatan NTB merupakan salah satu hotspot untuk benih lobster, selain perairan selatan Jawa dan barat Sumatera. Berbagai hasil kajian termasuk hasil studi kolaborasi KKP dalam hal ini Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok dengan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) menyebutkan, memperkirakan ada ratusan juta benih lobster per tahun di area hotspot tersebut.
Namun, di hotspot ini terjadi sink population, di mana populasi benih lobster tiba-tiba lenyap pada fase peurelus, dengan kelangsungan hidup (SR) hanya 0,01% (1 ekor yang hidup sampai dewasa dari 10.000 ekor benih).
Di sisi lain, pemberlakuan Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan telah menimbulkan polemik di masyarakat.
Permen yang memang bertujuan untuk mengendalikan eksploitasi benih lobster demi menjaga keberlanjutan stoknya di alam ini dinilai telah menghambat usaha orang-orang yang menggantungkan hidup di sana. Oleh karena itu, pemerintah kembali melakukan pengkajian, tidak hanya dengan memperhatikan aspek lingkungan, tetapi juga ekonomi dan sosio-kultural.
"KKP akan bekerja sama dengan ACIAR [Australian Centre for International Agricultural Research] dan Universitas Tasmania yang telah berhasil membenihan dan membudidayakan lobster secara berkelanjutan dan tidak merusak plasma nutfah lobster alam," pungkas Edhy.