Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan menyiapkan strategi reformasi pajak guna mengantisipasi perekonomian global yang kian memburuk.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan dengan gamblang bahwa Indonesia masih akan melalui perekonomian yang berat. Pasalnya, secara global ekonomi dan politik akan semakin tidak menentu dengan berlangsungnya pemilihan umum di Amerika Serikat.
"Perekonomian Indonesia masih akan berat [untuk tumbuh] karena tahun depan ada pemilu di Amerika Serikat. Siapa pun yang menang kami meyakini akan membuat tensi perang dagang antara Amerika dengan China tetap tinggi," katanya dalam BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020 pada Senin (9/12).
Menurutnya, perseteruan antara kedua negara lebih dari sekedar perdagangan. Suahasil mengatakan perseteruan keduanya pun menyangkut soal geopolitik karena negeri Paman Sam tidak ingin Negeri Tiongkok tumbuh terlalu cepat.
"Ini adalah geopolitik. Jepang kemungkinan akan pulih ekonominya, China masih menantang, sedangkan Uni Eropa belum akan pulih. Terlebih lagi Inggris akan memastikan agar Brexit-nya bisa mulus," katanya.
Sementara untuk Indonesia, lanjutnya, pemerintah akan melakukan reformasi berupa dua omnibus hukum, yakni omnibus cipta lapangan kerja dan omnibus perpajakan.
Baca Juga
"Misalnya, PPh Badan dari saat ini 25% akan turun menjadi 22% dan 20%, 22% untuk periode 2021-2022, dan untuk periode 2023 akan menjadi 20%. Kita juga akan menurunkan untuk Pajak Badan yang akan melakukan go public dengan pengurangan Tarif PPh-nya 3% lagi di bawah tarif penurunan yang saya sebutkan tadi," sebutnya.
Selain itu, pemerintah pun akan mengusulkan bahwa sanksi administrasi bagi pelanggaran pajak yang selama ini dihitung berdasarkan flat rate, yaitu 2% per bulan akan diubah berdasarkan tarif bunga yang berjalan saat ini.
"Kami harapkan semua akan selesai pada awal 2020 mendatang," ujarnya.