Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis Indonesia menggelar diskusi BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020, hari ini Senin (9/12/2019). Diskusi dengan tema, Menanti Gebrakan Tim Ekonomi Baru, Surviving Economic Headwinds itu diharapkan dapat memotret tantangan bisnis tahun 2020.
Istilah headwinds pertama kali diperkenalkan oleh Robet Aliber, guru besar ekonomi dan keuangan internasional University of Chicago, sebagai terminologi faktor domestik maupun internasional yang menghambat perekonomian nasional.
Acara tersebut digelar di Raffles Hotel, Jakarta mulai pukul 12.00 WIB diawali dengan registrasi dan berakhir sekitar pukul 17.00 WIB. Simak live streaming-nya di atas dan live report di sini.
Untuk mengunduh makalah dari panelis Ekonom Universitas Indonesia Ari Kuncoro, silakan klik DI SINI.
Untuk mengunduh makalah dari panelis Ketua Kadin Rosan Roeslani, silakan klik DI SINI.
Untuk mendapatkan makalah dari panelis Burhanuddin Muhtadi, silakan klik DI SINI.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan tidak tercapainya target penerimaan pajak membuat pemerintah harus melakukan pelebaran defisit hingga 2,2%.
Suahasil memaparkan, kondisi ekonomi global yang tak menentu selama 2019 berdampak pada penerimaan pajak yang tidak sesuai dari target. Akibatnya, pemerintah perlu melakukan sejumlah upaya agar pengelolaan APBN tetap optimal.
Salah satu cara yang ditempuh adalah melakukan penyesuaian pembiayaan melalui utang. Ia mengatakan, dengan melakukan pembiayaan tambahan, defisit Indonesia pada akhir tahun 2019 diproyeksikan berada di posisi 2,2% dari sebelumnya 1,84%.
Ia mengatakan pemerintah tidak terlalu mempermasalahkan terjadinya pelebaran defisit. Pasalnya, hal ini dilakukan agar APBN tetap dapat mendukung momentum pertumbuhan perekonomian.
"Ini (pelebaran defisit) tidak apa-apa, bukan hal yang negatif. Ini perlu dilakukan karena kita ingin pertumbuhan ekonomi kita minimal tetap berada di level 5%" jelas Suahasil.
Selain itu, efisiensi anggaran juga telah dilakukan Kementerian Keuangan. Suahasil mengatakan, pihaknya telah mengimbau seluruh instansi untuk menahan pengeluaran yang tidak perlu guna menjaga ekonomi Indonesia.
Adapun realisasi pendapatan negara hingga Oktober 2019 mencapai Rp1.508,9 triliun atau 69,7% dari pagu anggaran.
Penerimaan ini terdiri atas PNBP sebanyak Rp333,3 triliun dan pemasukan pajak senilai Rp1.173,9 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja berada di angka Rp1.798 triliun atau 73,1% dari anggaran.
Realisasi belanja modal sebesar Rp100,8 triliun, belanja bantuan sosial senilai Rp91,7 triliun, belanja subsidi berjumlah Rp146,2 triliun dan sisanya adalah belanja Kementerian/Lembaga.
Adapun realisasi pembiayaan anggaran telah mencapai Rp373,4 triliun atau 126,4% dari pagu anggaran.
Reportase: Lorenzo Anugrah Mahardhika
Pemerintah berkomitmen untuk menstabilkan konsumsi rumah tangga pada 2020 dalam rangka menjaga pertumbuhan perekonomian
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan konsumsi rumah tangga sangat penting untuk dijaga karena besarnya sumbangsih komponen tersebut terhadap PDB.
Untuk menjaga konsumsi, Suahasil mengatakan ada dua syarat yang harus dipenuhi yakni menjaga daya beli dan mempertahankan inflasi di angka yang rendah.
Terutama untuk masyarakat kelas bawah, pemerintah berkomitmen untuk menggelontorkan APBN dalam rangka menjaga daya beli dari masyarakat kelas bawah yang dimaksud.
"Daya beli masyarakat kelas bawah bisa berasal dari kegiatan ekonomi ataupun belanja pemerintah yang diarahkan kepada kelompok tersebut," ujarnya saat memberikan keynote sebelum acara diskusi panel.
Untuk masyarakat kelas menengah dan kelas atas, Suahasil menilai daya beli kelompok masyarakat tersebut sudah tergolong tinggi, terutama dengan inflasi yang diproyeksikan berhasil dijaga di angka 3,1% (yoy) untuk tahun ini.
Untuk tahun depan, inflasi kembali ditargetkan berada di angka 3,1% (yoy). Dalam rangka mendukung daya beli masyarakat, belanja pemerintah pun akan direalisasikan lebih awal dengan percepatan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pada November lalu.
Reportase: Muhamad Wildan
Pemerintah diharapkan kreatif menggenjot investasi dalam negeri agar dapat keluar dari perangkap pendapatan menengah atau middle income trap secepat mungkin.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan laju ekonomi yang kerap tumbuh 5% per tahun sejatinya terbilang baik. Apalagi pemerintah dapat menjaga angka inflasi sekitar 3% per tahun dalam menjaga daya beli masyarakat.
Menurutnya angka pertumbuhan itu pun cukup mentereng bila dibandingkan dengan negara-negara lain di tengah perlambatan ekonomi global. Akan tetapi yang perlu digarisbawahi ialah pertumbuhan ekspor yang terus menurun akibat selesainya booming komoditas dan mencuatnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
"Pertanyaan apakah kita dapat lebih baik lagi mengingat adanya aspirasi untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah atau middle income trap secepat mungkin?" katanya.
Dia menambahkan dampak perlambatan ekonomi dunia bagi Indonesia ialah neraca dagang ekspor-impor. Pasalnya, pada masa pasca booming komoditi saat ini neraca dagang masih dapat mencatatkan surplus walaupun transaksi berjalan tetap defisit karena kelemahan di neraca jasa.
Ari mencatat sepanjang 2018 neraca dagang Indonesia mengalami defisit sebesar US$438 juta dolar. Hal itu berbanding terbalik dengan 2017 yang mencatatkan surplus neraca dagang sebesar US$18,81 triliun.
Menurutnya defisit tahun lalu adalah buntut dari perlambatan perdagangan dunia, sempitnya basis ekspor, turunnya harga komoditi dan tingginya ketergantungan industri Indonesia pada impor input industri. Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah mampu mendorong pertumbuhan investasi 8%-9% per tahun.
"Untuk mencapai hal itu pun bukan tugas yang mudah kalau dengan cara yang konvensional. Maka itu diperlukan reorganisasi mesin pertumbuhan secara out of the box," ungkapnya.
Menurutnya pemerintah harus dapat memaksimalkan potensi kawasan ekonomi khusus seperti di Kendal yang dekat dengan pelabuhan. Ari mengatakan dibandingkan dengan Vietnam, Indonesia memiliki biaya sewa yang lebih murah.
"Seharusnya ini menjadi daya tarik karena investor pun tidak mungkin menaruh semua modalnya di Vietnam," pungkasnya.
Reportase: Pandu Gumilar
Susunan kabinet yang sangat banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik berpotensi hambat langkah pemerintah untuk memperbaiki iklim perekonomian.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyoroti bahwa pada level makro, Presiden Joko Widodo cenderung menunjuk sosok-sosok profesional seperti contoh Sri Mulyani Indrawati yang kembali ditunjuk menjadi Menteri Keuangan.
Namun, pada level mikro banyak kursi menteri yang diduduki oleh sosok-sosok partai yang belum tentu memiliki keahlian atas jabatan yang diisi.
"Ketidaksesuaian antara makro dengan mikro ini menimbulkan inkonsistensi, ini masalah yang krusial," ujarnya.
Selain masalah inkonsistensi, Burhanudin juga menilai bahwa Jokowi sebaiknya segera merealisasikan kebijakan jauh-jauh hari sebelum 2024.
Semakin dekat dengan tahun 2024, maka semakin tinggi potensi partai koalisi untuk meninggalkan koalisi dalam rangka mengejar suara demi Pemilu 2024 yang tidak lagi akan diikuti oleh Jokowi.
Hal ini pun sebenarnya sudah diantisipasi oleh Jokowi dengan menggandeng Gerindra dan memberikan dua kursi menteri kepada partai yang notabene merupakan lawan politik Jokowi pada periode pertama pemerintahan.
"Meski di atas kertas pemerintahan Jokowi nampak solid, seluruh partai pendukung tidak ada yang sepenuhnya di bawah kontrol Jokowi," ujar Burhanuddin.
Reportase: Muhamad Wildan
Pengamat Politik Burhanuddin Muhtadi menilai isu ekonomi menjadi fokus pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi selama lima tahun ke depan. Sejauh ini Jokowi selalu menekankan reformasi ekonomi dibandingkan dengan reformasi demokrasi.
“Sejak April sampai sekarang, Jokowi sudah bilang resesi sebanyak 97 kali. Jadi isi kepala beliau adalah antisipasi resesi,” katanya.
Burhanuddin melanjutkan bahwa hal itu juga seiring dengan perubahan orientasi masyarakat terhadap isu publik. Saat ini tiga besar isu publik terkait dengan ekonomi, bukan lagi anti korupsi. Menurutnya hal itu akan mengecewakan sebagian pendukungnya yang fokus pada isu.
Namun Jokowi akan terhindar dari gejolak politik apabila dapat mempertahankan stabilitas ekonomi. Namun apabila Jokowi memiliki keinginan untuk menjaga keseimbangan di antara dua isu tersebut, demokrasi dan ekonomi, penting bagi RI 1 untuk menguji solidaritas koalisi.
“Beliau harus uji koalisi besar ini dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang tidak populer sesegera mungkin,” kata Burhanuddin.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro menilai pemerintah mulai memberikan sinyal-sinyal positif untuk menumbuhkan optimisme dan mendorong investasi di tengah konsidi yang masih menantang saat ini.
Pemerintah, menurutnya, sadar akan sulit keluar dari kondisi perlambatan ekonomi global, yang salah satunya disebabkan oleh perang dagang, sehingga Pemerintah merubah pola bermain guna mendongkrak iklim investasi di Indonesia tahun depan.
"Mereka [Pemerintah] sadar akan sulit untuk keluar. Jadi mereka mengubah pola bermain, yang tadinya satu fungsi jadi dua fungsi," jelasnya.Ari mencontohkan, salah satu kebijakan tersebut terlihat dari pengangkatan wakil menteri luar negeri yang mengurusi langsung perihal investasi, yang sebelumnya belum pernah dilakukan.
Hal ini tentunya kan mempercepat pengambilan keputusan dan kebijakan, juga memberikan sinyal kepada dunia bahwa Pemerintah Indonesia serius medorong masuknyan investasi langsung luar negeri (Foreign Direct Investment/FDI).
Ari menuturkan, agar petumbuhan ekonomi dapat mencapai 5,5% pada 2020, maka investas harus tumbuh di kisaran 8%-9%. Tidak mustahil mencapai angka tersebut menurutnya. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir angka investasi sempat mencapai 7,94%.
"Syukur ekspektasi konsumen dan pengusaha berubah, kalau dari ekspektasi pengusaha yang sekarang masih wait and see," tuturnya.
Reportase: Maria Elena
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) berharap Indonesia dapat menangkap peluang investasi akibat perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.
Sebagaimana diketahui, perang dagang antara kedua negara adidaya itu memaksa keluar investor dari negara Paman Sam dan memindahkan modalnya ke Asia Tenggara. Vietnam menjadi negara terdepan yang ketiba durian runtuh tersebut.
Akan tetapi, Ketua Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan saat ini investor tengah resah karena banyak modal yang masuk ke Vietnam.
Menurutnya, hal tersebut dapat mendorong Donald Trump memberikan tarif yang tinggi terhadap negeri tetangga itu.
“Mereka mulai melirik Indonesia karena di Vietnam ada banyak keterbatasan. Misalnya saja sumber daya manusia dan akses pelabuhan. Belum lagi, kalau Trump menaikan bea tariff dengan Vietnam itu akan berpengaruh buruk bagi bisnis,” katanya.
Menurutnya, ini adalah momentum yang tepat untuk membajak investasi asing untuk masuk ke Tanah Air. Oleh sebab itu dia berharap omnibus law yang dicanangkan pemerintah dapat segera rampung pada April 2020.
Bila tidak begitu, lanjutnya, Indonesia akan kehilangan momen untuk bisa menangkap peluang investasi asing yang akan deras masuk ke Asia Tenggara.
“Kami harapkan April sudah akan diputuskan menjadi Undang-Undang. Tapi itu tidak akan berlaku bila tidak didukung oleh peraturan pemerintah dan peraturan menteri supaya iklim investasi lebih baik,” katanya.
Rosan menambahkan pada 2020 pemerintah diharapkan dapat menumbuhkan konsumsi domestic agar ekonomi dapat berjalan stabil.
“Banyak orang wait and see karena permintaan tidak ada maka itu pengusaha menahan ekspansi. Maka itu konsumsi domestik harus tetap dijaga,” pungkasnya.
Reportase: Pandu Gumilar
Hadirnya omnibus law membawa angin segar bagi dunia usaha dan iklim investasi. Meski demikian, pemberlakuan RUU ini perlu dilakukan sesegera mungkin guna menjaga sentimen positif yang telah terbentuk.
Hal ini diungkapkan okeh Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Roeslani Perkasa. Dia menuturkan bahwa di tengah ketidakpastian global yang melanda Indonesia selama 2019, pemerintah telah menerapkan beragam kebijakan yang diharapkan berdampak positif untuk dunia usaha dan investasi.
Fasilitas-fasilitas seperti tax holiday, super deduction, dan lainnya dinilai memiliki peranan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi.
Upaya lain yang tengah digodok pemerintah adalah Omnibus Law Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja.
Rosan menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) ini menimbulkan harapan positif baik bagi dunia usaha maupun investor aaing.
"Kebijakan ini dapat menjaga konsumsi domestik dan nantinya berdampak baik pada pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Meski demikian, ia mengatakan pemberlakuan RUU tersebut perlu diakselerasi secepat mungkin. Hal ini dinilai akan menjaga sentimen positif yang selama ini telah terbentuk dari kabar soal omnibus law.
Rosan memperkirakan, apabila pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terkait bekerja sama mempercepat pemberlakuan dua omnibus law, efek positif dari Undang-Undang ini diperkirakan akan terasa pada seluruh aspek pada 2021 mendatang.
"Sentimen positif ini harus didorong menjadi realisasi. Sentimen baik tidak akan berarti kalau omnibus law ini tidak segera disahkan," jelas Rosan.
Reportase: Lorenzo Anugrah Mahardhika
Kendati kondisi ekonomi menantang, Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro melihat ada cahaya di ujung ruang. Pasalnya segelintir pelaku usaha tengah bersiap investasi terkait mesin dan perlengkapan.
“Itu ada cahaya di ujung goa. Kalau kita lihat investasi semua turun, tapi ada yang siap-siap untuk mesin dan perlengkapan,” katanya.
Ari yang juga menjabat sebagai komisaris utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. itu melanjutkan bahwa juga ada pergeseran dan masayarakat.
Sebelumnya saat situasi tengah dilanda ketidakpastian, masyarakat gemar menempatkan dana pada komponen deposito.
Namun pada akhir kuartal III/2019, dana deposito perbankan mulai turun.
“Untuk di BNI, ada pergeseran dari dana deposito ke giro,” katanya.
Ari menjelaskan bahwa giro merupakan komponen dana pihak ketiga (DPK) yang digunakan oleh nasabah korporasi.
Naiknya portofolio giro tersebut menjadi indikator bahwa pelaku usaha tengah bersiap belanja modal kerja.
Kendati demikian dia tidak menampik daya beli masih menjadi pekerjaan rumah. Masyarakat terlihat masih ragu-ragu untuk membeli barang tahan lama.
Reportase: Muhammad Khadafi
Sirkulasi informasi yang terlalu deras di tengah masyarakat dinilai menjadi penyebab melambatnya konsumsi rumah tangga di Indonesia akhir-akhir ini.
Seperti diketahui, pertumbuhan konsumsi rumah tangga per kuartal III/2019 merupakan pertumbuhan yang terlambat sepanjang 2019 dengan angka mencapai 5,01% (yoy).
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan overload informasi tersebut menyebabkan timbulnya pergerakan yang tidak harmonis dalam perilaku ekonomi akhir-akhir ini.
Dia mencontohkan seluruh lapisan masyarakat ketika ditanya mengatakan bahwa kondisi perekonomiannya tidak sebaik kuartal-kuartal sebelumnya.
Meski demikian, hal tersebut tidak sejalan dengan data yang menunjukkan adanya peningkatan tabungan.
Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat tidak mengalami penurunan dan yang terjadi adalah penurunan ekspektasi.
"Hal ini pada akhirnya tercermin pada konsumsi yang merosot dari kuartal ke kuartal," ujar Ari.
Oleh karena itu, yang perlu dilakukan sekarang adalah membangkitkan kembali optimisme agar masyarakat kembali berbelanja tanpa terbebani oleh ekspektasi perekonomian yang negatif.
Menurut Ari, media massa memiliki peran penting untuk menjaga optimisme konsumen dan menurutnya pemberitaan di Indonesia saat ini masih cenderung bernada negatif.
"Media kita masih terlalu sering bicara resesi, di AS mereka malah membicarakan potensi tidak adanya resesi untuk dekade ini," ujar Ari.
Reportase: Muhamad Wildan
Setelah Wakil Menteri Kuangan Suahasil Nazara menyampaikan keynote, acara dilanjutkan dengan Diskusi Panel dipandu moderator Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani dengan para panelis: Ekonom Universitas Indonesia Ari Kuncoro, Ketua Kadin Rosan Roeslani, dan pengamat politik Burhanuddin Muhtadi.
Kementerian Keuangan menyiapkan strategi reformasi pajak guna mengantisipasi perekonomian global yang kian memburuk.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan dengan gamblang bahwa Indonesia masih akan melalui perekonomian yang berat. Pasalnya, secara global ekonomi dan politik akan semakin tidak menentu dengan berlangsungnya pemilihan umum di Amerika Serikat.
"Perekonomian Indonesia masih akan berat [untuk tumbuh] karena tahun depan ada pemilu di Amerika Serikat. Siapa pun yang menang kami meyakini akan membuat tensi perang dagang antara Amerika dengan China tetap tinggi," katanya.
Menurutnya, perseteruan antara kedua negara lebih dari sekedar perdagangan. Suahasil mengatakan perseteruan keduanya pun menyangkut soal geopolitik karena negeri Paman Sam tidak ingin Negeri Tirai Bambu tumbuh terlalu cepat.
"Ini adalah geopolitik. Jepang kemungkinan akan pulih ekonominya, China masih menantang, sedangkan Uni Eropa belum akan pulih. Terlebih lagi Inggris akan memastikan agar brexitnya bisa mulus," katanya.
Sementara untuk Indonesia, lanjutnya, pemerintah akan melakukan reformasi berupa dua omnibus hukum. Pertama adalah omnibus cipta lapangan kerja dan omnibus perpajakan.
"Misalnya PPh Badan dari saat ini 25% akan turun menjadi 22% dan 20%, 22% untuk periode 2021-2022, dan untuk periode 2023 akan menjadi 20%. Kita juga akan menurunkan untuk Pajak Badan yang akan melakukan go public dengan pengurangan Tarif PPh-nya 3% lagi di bawah tarif penurunan yang saya sebutkan tadi," sebutnya.
Selain itu, pemerintah pun akan mengusulkan bahwa sanksi administrasi bagi pelanggaran pajak yang selama ini dihitung berdasarkan flat rate yaitu 2% per bulan akan diubah berdasarkan tarif bunga yang berjalan saat ini
"Kami harapkan semua akan selesai pada awal 2020 mendatang," pungkasnya.
Reportase: Pandu Gumilar
Foto: Bisnis-Triawanda Tirta Aditya
Infrastruktur tetap menjadi satu prioritas pemerintahan Joko Widodo. Oleh karena itu pemerintah membuka pintu bagi pihak swasta untuk ikut berperan dalam pembangunan infrastruktur.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan bahwa selain mendorong pihak swasta berkerja sama dengan badan usaha milik negara (BUMN), pemerintah juga akan memberikan ruang bagi pihak swasta 100% membiayai pembangunan infrastruktur.
“Kami mau desain aturan, infrastruktur yang punya nilai komersial bisa dibiayai penuh oleh swasta. Itu bisa dapat insentif tax holiday,” katanya.
Suahasil menjelaskan tidak semua proyek infrastruktur harus dibiayai oleh APBN. Beberapa proyek yang memiliki nilai komersial akan menarik bagi pihak swasta.
Kombinasi APBN dengan korporasi swasta akan mempercepat pembangunan infrastruktur.
“Oleh karena itu nanti badan usaha milik negara juga harus terbiasa kerja dengan swasta lewat public private partnership,” katanya.
Sementara itu proyek infrastruktur yang kurang memiliki nilai komersial, negara akan menyalurkan pembiayaan.
Negara juga akan memanfaatkan perusahaan pelat merah untuk membantu merealisasikan proyek-proyek strategis.
Suahasil juga menjelaskan bahwa infrastruktur tetap menjadi prirotas pemerintahan Joko Widodo pada periode kedua ini. Pasalnya hal ini akan menjadi satu kunci untuk pertumbuhan ekonomi.
Reportase: Muhammad Khadafi
Berikut pidato lengkap Ketua Umum Pengusaha Indonesia (APINDO) sekaligus Presiden Komisaris Bisnis Indonesia, Hariyadi Sukamdani.
Para hadirin sekalian, bapak ibu tamu undangan..
Selamat datang kami ucapkan dalam acara BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020. Marilah kita buka acara pada siang hari ini dengan terlebih dahulu mengucap puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa kita semua bisa hadir dalam keadaan sehat wal afiat, tidak kurang satu apapun.
Para hadirin yang kami muliakan..
Di bawah Bisnis Indonesia Group (BIG Media), harian Bisnis Indonesia telah secara konsisten menghadirkan informasi bisnis dan ekonomi berbobot yang diterima oleh berbagai kalangan.
Mulai dari informasi seputar pasar modal, perbankan, asuransi, multifinance, infrastruktur, telekomunikasi, agri bisnis, pertambangan dan energi, pariwisata, kepelabuhanan serta isu-isu lain yang erat kaitannya dengan kebijakan ekonomi. Bisnis Indonesia memfokuskan diri dalam menyampaikan berbagai informasi ekonomi dan bisnis yang mendalam.
Dalam perjalanan kami menjelang usia ke-34 tahun pada 14 Desember nanti, Bisnis Indonesia telah menjadi media penyedia informasi terkemuka serta market leader dalam pemberitaan bisnis dan ekonomi. Sejalan dengan itu, kami berkeyakinan bahwa Bisnis Indonesia dapat terus menjadi navigasi Anda dalam berbisnis.
Bapak dan Ibu yang kami hormati..
Penyelenggaraan Pemilu 2019 yang terdiri dari rangkaian pelaksanaan pemilihan presiden, pemilihan legislatif, serta pelantikan presiden yang berlangsung relatif aman, turut membuat prospek perekonomian menjadi lebih terjaga. Dengan berkurangnya faktor risiko politik tersebut, diharapkan sasaran pertumbuhan ekonomi tahun depan dalam APBN 2020 sebesar 5,3% PDB dapat tercapai, bahkan terlampaui. Harapan itulah yang tengah diemban oleh Tim Ekonomi dalam Kabinet Indonesia Maju yang sudah mulai bekerja.
Tahun 2020 memang tidak biasa karena pada tahun itu menjadi kali pertama tahun pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Ini juga merupakan momentum awal bagi Indonesia untuk memulai tahapan pembangunan dalam mewujudkan visi jangka panjang.
Perekonomian Indonesia yang stabil di kisaran 5% selama ini masih mengandalkan konsumsi domestik sebagai penopang utama, selain kontribusi dari belanja pemerintah, ekspor dan investasi. Ekonomi yang ditopang oleh konsumsi sebenarnya cukup baik. Sejumlah negara, terutama dengan mayoritas penduduknya menua, justru mendambakan perekonomian yang bisa ditopang dari konsumsi.
Akan tetapi, mengingat begitu besarnya potensi yang masih bisa digali, perekonomian Indonesia memerlukan dorongan dari investasi dan kinerja ekspor yang optimal selain dari sisi konsumsi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi ke depan harapannya akan semakin berkualitas karena telah memiliki ‘modal dasar’ berupa keberadaan bonus demografi yang dimiliki.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan dapat dikatakan baik di tengah tekanan global yang belum juga mereda. Prospek ekonomi ini juga ditopang oleh arah penurunan suku bunga yang diharapkan dapat membantu pertumbuhan.
Sejauh ini Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pelonggaran moneter yang bertujuan memberikan ruang bagi perbankan untuk bisa menyalurkan kredit lebih besar. Selain itu, tingkat inflasi juga masih akan terjaga di angka 3% plus-minus 1% selama 2020.
Peran otoritas moneter diharapkan saling menopang langkah pemerintah untuk mendorong pertumbuhan melalui bauran kebijakan efektif yang terdiri dari suku bunga, nilai tukar, manajemen aliran modal asing, dan kebijakan makroprudensial.
Kendati demikian, masih ada risiko global yang tetap perlu dicermati. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang telah berdampak negatif bagi perekonomian global, termasuk Indonesia, mau tidak mau, turut memengaruhi keyakinan dunia usaha. Tentu saja risiko ini patut terus dipantau agar tensi perdagangan tidak justru berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Sentimen negatif global yang belum berakhir tersebut menegaskan pentingnya sikap optimistis sekaligus terus menjalankan agenda reformasi di berbagai sektor, termasuk sektor keuangan serta perusahaan penunjang lainnya. Langkah ini diperlukan guna dapat mitigasi risiko dan tantangan ke depan.
Untuk sektor perbankan misalnya dalam penyaluran permintaan kredit. Diperlukan kebijakan yang lebih selektif dengan mempertimbangkan prospek bisnis yang semakin ketat.
Bagaimanapun, di tengah ketidakpastian global, masih banyak peluang-peluang bisnis sehingga dibutuhkan kejelian melihat prospek yang baik. Dalam menghadapi situasi ekonomi domestik dan global sekarang ini, kuncinya tetap ada pada prioritas prinsip kehati-hatian dalam mengelola risiko bisnis.
Alhasil, dengan prinsip kehati-hatian dan keyakinan akan terjadinya perkembangan ekonomi yang positif ini, diharapkan tidak ada lagi sikap wait and see berlebihan dalam merespons prospek perekonomian Tanah Air.
Bapak dan Ibu para tamu undangan yang berbahagia..
Selama beberapa waktu ke depan, kita akan mengikuti pemaparan dari pengambil kebijakan fiskal dan moneter, serta diskusi panel yang mengambil tema Surviving Economic Headwinds: Menanti Gebrakan Tim Ekonomi Baru sebagai rangkaian dalam acara BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020.
Akhir kata, saya atas nama manajemen Bisnis Indonesia, mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung kegiatan ini sehingga dapat berjalan dengan baik.
Demikian yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan, keselamatan dan kesuksesan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk melanjutkan tugas mewujudkan perekonomian berkinerja unggul dan lebih handal.
Sekian dan terima kasih.
Billahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Asosiasi Pengusaha Indonesia berharap pebisnis dalam negeri tidak lagi bersikap pasif yang berlebihan.
Pada pembukaan acara BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020, Ketua Umum Pengusaha Indonesia (APINDO) sekaligus Presiden Komisaris Bisnis Indonesia, Hariyadi Sukamdani mengatakan masih banyak potensi ekonomi yang bisa digali dalam negeri.
Menurutnya, dalam menghadapi situasi ekonomi domestik dan global sekarang ini pebisnis perlu berpegang terhadap prinsip kehati-hatian dalam mengelola risiko bisnis.
"Alhasil, dengan prinsip kehati-hatian dan keyakinan akan terjadinya perkembangan ekonomi yang positif ini, diharapkan tidak ada lagi sikap wait and see berlebihan dalam merespons prospek perekonomian Tanah Air," katanya pada Senin (9/12).
Hariyadi menambahkan pemerintah membidik pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2020 sebesar 5,3%. Dia optimistis hal itu dapat tercapai sebab Tim Ekonomi dalam Kabinet Indonesia Maju sudah mulai bekerja.
Selain itu, pada 2020 pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 akan mulai bergulir. Menurutnya, hal itu juga merupakan momentum awal bagi Indonesia untuk memulai tahapan pembangunan dalam mewujudkan visi jangka panjang.
Pasalnya, sejauh ini perekonomian Indonesia yang stabil di kisaran 5% masih mengandalkan konsumsi domestik sebagai penopang utama, selain kontribusi dari belanja pemerintah, ekspor dan investasi.
Hariyadi mengatakan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi sebenarnya baik. Terlebih lagi, sejumlah negara terutama dengan mayoritas penduduk tua justru mendambakan perekonomian yang bisa ditopang dari konsumsi.
"Akan tetapi, mengingat begitu besarnya potensi yang masih bisa digali, perekonomian Indonesia memerlukan dorongan dari investasi dan kinerja ekspor yang optimal selain dari sisi konsumsi," sebutnya.
Dengan demikian, dia berharap pertumbuhan ekonomi ke depan akan semakin berkualitas karena telah memiliki modal dasar berupa keberadaan bonus demografi yang dimiliki.
Reportase: Pandu Gumilar
Wakil Menteri Kuangan Suahasil Nazara akan menyampaikan Keynote dalam acara ini, sebelum digelar Diskusi Panel dengan moderator Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani dengan para panelis Ekonom Universitas Indonesia Ari Kuncoro, Ketua Kadin Rosan Roeslani, dan pengamat politik Burhanuddin Muhtadi. Diskusi panel tersebut dijadwalkan dimulai sekitar pukul 14.00 WIB.
Sebelum keynote speech dan diskusi panel, acara didahului dengan serangkain sambutan dan peluncuran majalah Arah Bisnis dan Politik 2020.
Peserta acara BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020 tengah mengamati produk hasil karya UKM unggulan Bank Negara Indonesia yang dipamerkan di BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020 di Jakarta, Senin 9 Desember 2019. Produk ini terinspirasi dari keindahan alam dan budaya Nusantara. Produk ini dipasarkan di dalam negeri dan luar megeri. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Berikut UKM Binaan BNI yang memeriahkan acaraBNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020
1. RPG Batik Garut
UKM BNI yang produk nya adalah batik dan tenun Premium dari Garut, batik yang di tenun dan di sulam menggunakan teknik yang sangat detail. Saat ini pemasaran selain di Indonesia, RPG sudah melakukan pemasaran dan Fashion Show hingga LN.
2. Herviolet
UKM BNI yang produk2 nya berupa tas2 dan aksesoris berbahan tenun dan wastra Indonesia, koleksi nya saat ini merupakan koleksi yang di tunggu2 oleh wanita Indonesia.
3 . Nirmala songket
UKM unggulan yang merupakan pelopor songket dan tenun pewarna alam. Produk nya telah menjadi pelanggan para perancang busana dan belum lama ini melakukan fashion show di London.
Semua produk UKM unggulan BNI tersebut bisa dibeli dengan mengunjungi stan Produk Unggulan BNI dan bertransaksi sendiri dengan UKM nya.
Pertaruhan bisnis pada tahun politik 2019 telah berakhir seiring terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo untuk jabatan 5 tahun kedua hingga 2024. Perekonomian tumbuh dengan logikanya sendiri, relatif tidak terpengaruh terhadap gejolak politik yang kemudian berakhir dengan kompromi.
Semakin jelas pula bahwa sukses Pemilu 2019 telah turut mengurangi risiko politik. Stabilitas adalah sebuah kebutuhan mutlak dalam perekonomian sehingga para pelakunya bisa fokus menyelesaikan sejumlah hal seperti menjaga daya saing, menciptakan inovasi, ataupun membuka pasar baru ke segala
penjuru.
Namun demikian, perekonomian Indonesia pada 2020 tetap saja dihadapkan pada situasi yang tidak mudah; perlambatan perekonomian global dan sejumlah problem struktural domestik tak kunjung menemukan solusi. Perekonomian kita terlalu ditopang oleh konsumsi, sementara kinerja ekspor masih keteteran.
Bila sebelum krisis ekonomi 1998 ekspor adalah penopang sekitar 40% perekonomian, saat ini kontribusinya hanya berkisar 20%. Kita terlalu jauh tertinggal, bahkan dengan Vietnam yang telah berubah menjadi primadona baru di Asia Tenggara.
Dengan situasi sekarang, jelas perekonomian memerlukan pengungkit yang kuat sekaligus efektif. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% pada 2020 bukanlah hal mudah untuk dicapai, ketika kita mulai merasakan perlambatan pertumbuhan ekonomi di paruh kedua tahun ini.
Salah satu pengungkit yang bisa diharapkan sebenarnya ada pada Tim Ekonomi pada Kabinet Indonesia Maju yang telah dibentuk. Walaupun ada sejumlah harapan publik yang meleset pada sejumlah figur menteri yang terpilih, tetapi sebaiknya kita tetap memberikan kesempatan kepada para tokoh itu untuk
membuktikan diri.
Apalagi, sejak hari pertama dilantik, Presiden Joko Widodo & Wapres Ma’ruf Amin memprioritaskan lima program utama yang hampir semuanya bernuansa memacu perekonomian. Kelima program itu yakni pembangunan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan regulasi dan birokrasi serta transformasi ekonomi.
Kelima program prioritas ini sangat mudah dicerna nalar, disampaikan dalam bahasa sederhana, meski tak mudah untuk dilaksanakan. Pembangunan sumber daya manusia tak jauh dari perbaikan kualitas pendidikan, sektor yang sejak reformasi bergulir pada 1998 telah menelan 20% anggaran pembangunan.
Hasil pendidikan yang menelan biaya paling besar, celakanya, belum bisa dinikmati sekarang. Padahal, sumber daya manusia berkualitas adalah kunci bagi mencapai kemajuan. Namun, tingkat literasi pelajar-pelajar di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan pelajar dari negara-negara lainnya.
Pembangunan infrastruktur justru paling mudah terlihat dan dirasakan hasilnya dalam 5 tahun terakhir. Namun, kerja masih jauh dari selesai, sehingga Presiden Jokowi merasa perlu melanjutkan aksi yang menjadi salah satu ikon kepemimpinannya tersebut untuk masa jabatan kedua.
Penyederhanaan regulasi, adalah hal yang masih saja jauh panggang dari api. Betapapun upaya memperbaikinya sudah dilakukan dengan belasan paket ekonomi bernuansa deregulasi, tumpang tindih kebijakan berkelindan dalam keruwetan.
Program kelima juga tak kalah menarik, transformasi ekonomi, yakni negara akan fokus pada upaya transformasi dari ketergantungan sumber daya alam ke daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa.
Namun, transformasi bukanlah hal mudah untuk dijalankan ketika Indonesia tak juga bisa lepas dari sejumlah masalah struktural yang tak kunjung tuntas. Alih-alih memperbaiki sejumlah hal terlebih dahulu, daya saing kita juga mengalami tekanan bahkan oleh sejumlah negara di Asia Tenggara yang semula tidak diperhitungkan.
Dengan berbagai hal di atas, kita memerlukan sebuah garis penunjuk arah yang jelas dalam menghadapi tantangan pada 2020.
Oleh karena itu, harian ini menggelar BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020, dengan tema, Menanti Gebrakan Tim Ekonomi Baru, Surviving Economic Headwinds.
Acara yang digelar hari ini, senin, (9/12) di Raffles Hotel, Jakarta, merupakan sebuah ikhtiar mengurai persoalan dan menemukan peluang di tengah tantangan perekonomian tahun depan yang sulit. Akan hadir sejumlah narasumber pengambil kebijakan pada sektor moneter, fiskal, pelaku bisnis, ekonom,
dan analis politik.
BNI-Bisnis Indonesia Business Challenges 2020, diharapkan bisa membantu para pelaku bisnis memahami arah kebijakan pada 2020, dan memberikan gambaran yang utuh perekonomian ke depan, selain tentu saja memetakan risiko-risiko yang mungkin timbul.