Bisnis.com, JAKARTA - Batu bara masih menjadi solusi untuk menekan tarif listrik industri di Indonesia. Pasalnya, harga listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sangat kompetitif.
Berdasarkan data PT PLN (PErsero), hingga Oktober 2019, tarif dasar listrik (TDL) tegangan tinggi yang ditujukan untuk industri senilai Rp997 per kilowatt hour (kWh), sementara TDL tegangan menengah Rp1.115 per kWh. Besaran tarif tersebut tak berubah sejak 2017 karena tarif penyesuaian ditahan.
Dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, tarif listrik industri Indonesia masih kalah rendah dengan Malaysia. Besaran tarif listrik industri Malaysia hanya Rp984 per kWh untuk tegangan tinggi dan Rp1.052 per kWh untuk tegangan menengah.
Sementara itu, tarif listrik industri tegangan tinggi di Vietnam mencapai Rp1.034 per kWh, Thailand Rp1.077 per Kwh, Filipina Rp1.347 per kWh, dan Singapura Rp1.657 per kWh. TDL tegangan menengah di Vietnam, yakni Rp1.090 per kWh, Filipina Rp1.355 per kWh, dan Singapura Rp1.703 per kWh.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani mengatakan Indonesia menarget memiliki tarif listrik industri terendah di Asia Tenggara. Salah satu upaya untuk mewujudkan target tersebut adalah memanfaatkan energi primer dengan harga murah.
Menurutnya, batu bara masih menjadi energi primer paling murah untuk pembangkitan sehingga mampu menekan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. Adapun 60% penentu BPP pembangkitan adalah energi primer.
PLN pun menyambut baik rencana perpanjangan wajib pasok ke dalam negeri (domestic market obligation/DMO) untuk batu bara. PLN juga berharap harga khusus batu bara untuk pembangkit listrik dalam negeri kembali diberlakukan tahun depan.
"Nanti kita lihat seperti apa [harga khusus batu bara]. Harapannya mudah-mudahan masih ya," katanya, Rabu (27/11/2019).
Selain batu bara, energi murah lainnya yang diharapkan mengalami penurunan harga adalah gas.