Bisnis.com, JAKARTA — PT PLN (Persero) mencatat tidak ada investasi baru untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara setelah 2028.
Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengakui tren dunia saat ini mulai mengurangi investasi pembangkit dengan energi batu bara. Indonesia, katanya, juga akan mengurangi investasi pembangkit tersebut yang terlihat dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019—2028.
Menurutnya, setelah 2028, belum ada investasi PLTU baru di Indonesia. “Pemerintah dalam RUPTL 2019—2028 mulai mendorong rasio elektrifikasi. Cek setelah 2028 tidak ada PLTU baru,” katanya kepada Bisnis, Selasa (22/10/2019).
Meskipun demikian, Djoko memastikan bauran PLTU tidak serta merta akan langsung hilang. Dia mencontohkan India yang tetap membangun PLTU meskipun investasinya mulai berkurang.
Sementara itu, Global Energy Monitor (GEM) mengatakan Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih memulai konstruksi PLTU batu bara selama semester I/2019. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan yang terjadi di Asia Tenggara yang mulai menurunkan investasi PLTU.
Menurut GEM, 2019 akan menjadi tahun kedua penurunan pembangunan PLTU. Sebelumnya, pembangunan PLTU selama 2018 tercatat sebesar 2.744 MW sedangkan pada 2019 diprediksi menurun menjadi 1.500 MW.
Direktur Eksekutif GEM Ted Nace mengatakan tahapan konstruksi merupakan indikasi kuat rencana pembangunan PLTU. Selain konstruksi, jumlah kapasitas PLTU batu bara yang masuk tahap pra-konstruksi di Asia Tenggara angkanya juga terus menurun.
Penyusutan kapasitas PLTU yang masuk tahap pra-konstruksi diprediksi mencapai 52% dari 110.367 MW pada pertengahan 2015 menjadi 53.510 MW pada pertengahan 2019.
Menurutnya, dengan semakin sedikitnya proyek PLTU yang beralih dari tahap pra-konstruksi ke konstruksi, maka proyeksi kelanjutan proyek bisa menurun. Dengan kata lain, sebagian besar rencana 53.510 MW yang tersisa dalam fase pra-konstruksi kemungkinan akan dibatalkan.
“Untuk masuk ke tahap konstruksi, Anda harus meyakinkan seseorang [lembaga pembiayaan] untuk berkomitmen ratusan juta dolar. Di Asia Tenggara, sepertinya sekarang sudah semakin sulit untuk meyakinkan orang untuk menginvestasikan uang sebanyak itu,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa (22/10/2019).