Bisnis.com, JAKARTA – Pekerja migran masih menjadi salah satu sektor penyumbang devisa terbesar ke Tanah Air. Bahkan remitansi yang diperoleh mencapai Rp218 triliun hingga 2019.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa TKI Ayub Basalamah mengatakan mayoritas penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) selama ini melalui sektor swasta. Perusahaan swasta yang dikenal dengan Perusahaan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) merupakan institusi terbesar dalam menyumbangkan devisa ke negara setelah pemasukan negara dari sektor minyak dan gas bumi.
“Apjati akan terus membantu pemerintah dalam menyumbangkan devisa melalui penempatan PMI yang terampil ke seluruh manca negara. Mengutip data Bank BRI sampai 2019 tercatat total volume transaksi remitansi sebesar Rp 218 triliun,” katanya melalui rilis yang diterima Bisnis, Minggu, (10/11/2019).
Menurutnya, tantangan ekonomi Indonesia dalam lima tahun ke depan cukup berat. Mengutip pendapat Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath, mengatakan ekonomi dunia akan menghadapi masa 'genting' pada 2020 mendatang.
Kegentingan yang tersirat dalam update Outlook Ekonomi Dunia kuartalan meramalkan ekonomi dunia tahun ini hanya akan menyentuh 3,2 persen, atau turun dibandingkan proyeksi April yang masih 3,3 persen.
Sementara itu, IMF meramalkan ekonomi dunia akan tumbuh 3,5 persen pada 2020, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang mencapai 3,6 persen.
Baca Juga
Lambatnya pertumbuhan ekonomi dunia ini juga akan berimbas kepada Indonesia yang salah satunya ialah dalam hal penciptaan lapangan kerja di dalam negeri. Apalagi Indonesia juga mendapatkan Bonus Demografi yang diprediksi akan terjadi pada 10 tahun ke depan.
Artinya adanya jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan 30 persen adalah penduduk dengan usia non-produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun). Bila dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara penduduk non-produktif hanya 60 juta jiwa.
Karena itu, Apjati akan mendorong penyiapan PMI yang terampil dan memiliki kompetensi yang dibutuhkan para pengguna di luar negeri.
"Kami memahami bahwa pidato Presiden Jokowi tentang perlunya bangsa ini menyiapkan agenda SDM unggul untuk bisa bersaing dengan negara-negara lain itu memang merupakan agenda yang kita persiapkan untuk 5 tahun ke depan," sebutnya.
Ayub menambahkan, peningkatan remitansi ini berkaitan dengan PMI yang terampil, bersertifikat, memiliki kemampuan bahasa di negara penempatan, termasuk mampu berbahasa Inggris merupkan bonus utama bagi PMI.
Apjati memahami, bahwa sumber pemasukan dari bahan baku fosil tentu suatu saat akan habis. Karena itu, Apjati bersama stakeholder terkait terus mendorong pengembangan kompetensi PMI agar memiliki daya saing tinggi. Asumsinya, dengan dengan jumlah penempatan PMI yang besar seharusnya remitansi yang dihasilkan juga besar.
Pada saat bersamaan, lanjut Ayub, Apjati juga terus melakukan peningkatan kualitas PMI melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) ke Arab Saudi yang sudah berjalan saat ini.
Selama 8 tahun devisa yang dikumpulkan dari Timur Tengah menurun drastis lantaran tidak ada penempatan PMI. Karena itu, dengan pembukaan penempatan PMI ke Arab Saudi diharapkan akan meningkatkan remitansi dari Arab Saudi. Selain itu, Apjati juga sedang menjalin kerjasama dengan negeri China di sektor Awak Buah Kapal (ABK), perikanan dan sektor manufaktur lainnya.
Catatan Apjati selama kunjungan ke China dua bulan lalu melihat adanya permintaan yang tinggi untuk penempatan PMI berketerampilan di sektor kelautan dan perikanan. "Saat ini sudah banyak pekerja asing dari Kamboja, Vietnam, Myanmar, dan Bangladesh yang bekerja di sektor kelautan dan perikanan," terangnya.
“Galangan industri kapal perikanan laut China banyak membutuhkan ABK dan PMI di sektor manufacture pengolahan hasil ikan. Intinya, Apjati dalam 5 tahun ke depan akan terus membantu peningkatan remitansi kepada negara melalui penempatan PMI berkualitas, kompeten dan memiliki daya saing yang tinggi,” ujarnya.