Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Syahrul Yasin Limpo Targetkan Pemetaan Data Pertanian dalam 100 Hari Pertama

Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Maju Syahrul Yasin Limpo menargetkan pemetaan data pertanian dalam 100 hari pertamanya. Dengan adanya pemetaan ini, data pertanian diharapkan menjadi lebih jelas.
Petani merontokkan padi hasil panen di areal persawahan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/10/2018)./JIBI-Rachman
Petani merontokkan padi hasil panen di areal persawahan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/10/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Maju Syahrul Yasin Limpo menargetkan pemetaan data pertanian dalam 100 hari pertamanya. Dengan adanya pemetaan ini, data pertanian diharapkan menjadi lebih jelas.

“Jadi, selama 1 sampai 3 bulan ke depan, saya akan menyelesaikan dahulu masalah pendataan. Dengan adanya data yang jelas, dapat diketahui gambaran pertanian setiap daerah. Data ini menjadi milik Kementerian Pertanian yang harus disepakati oleh semuanya. Tidak boleh kementerian lain punya data pertanian," tuturnya seperti dikutip dari keterangan resmi, Rabu (23/10/2019).

Ia menilai data menjadi penting karena menyangkut kondisi pertanian saat ini. Apalagi, ketahanan suatu negara ditentukan pula oleh ketahanan pangan. 

Menurutnya, jika ketahanan pangan baik, maka negara tersebut keamananya terjamin. “Indonesia ini kelebihannya ada pada pertanian karena menjadi soko guru. Jadi ketahanan pangan harus diwujudkan,” imbuhnya.

Karena itu, mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini meminta agar semua pihak dapat bekerja secara fokus dan maksimal. 

“Keberhasilan ini datangnya bukan dari saya sebagai Menteri Pertanian, melainkan datang dari bawah lalu berakumulasi ke atas. Makanya kita harus bekerja sama untuk menyediakan pangan bagi 267 juta penduduk Indonesia," katanya.

Penyajian data sektor pertanian yang akurat masih menjadi pekerjaan rumah yang urung rampung selama 5 tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kementerian Pertanian memang secara rutin mempublikasikan data produksi dan luas area setiap tahunnya, namun kehadiran data tersebut kerap menjadi sumber perdebatan karena tak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Polemik impor beras antara Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dan Kementerian Perdagangan adalah salah satu contohnya. Hal ini berawal dari melesetnya perkiraan produksi yang dirilis Kementerian Pertanian  pada awal 2018. 

Dalam proyeksinya, Kementan kala itu menyebutkan produksi beras berpotensi mencapai 13,7 juta ton dalam tiga bulan pertama tahun tersebut. Masing-masing sebesar 2,5 juta ton pada Januari, 4,7 juta ton pada Februari, dan 6,5 juta ton pada Maret.

Namun, kondisi sebaliknya terjadi di lapangan. Harga beras medium di pasar terpantau merangkak naik dengan stok beras di Bulog pada pertengahan Januari yang menyentuh 900.000 ton. 

Angka ini sendiri 100.000 ton lebih rendah dibanding angka psikologis yang diamanatkan untuk stok cadangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper