Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Untuk Keempat Kalinya, IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global

Penasihat Ekonomi IMF Gita Gopinath menyampaikan bahwa pertumbuhan untuk 2019 dan tahun depan berada jauh di bawah capaian pada 2017 yakni sebesar 3,8%, di mana ekonomi dunia secara serentak menguat.
Peserta berdiri di dekat logo Dana Moneter Internasional (IMF) dalam rangkaian Pertemuan IMF  World Bank Group 2018, di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10/2018)./Reuters-Johannes P. Christo
Peserta berdiri di dekat logo Dana Moneter Internasional (IMF) dalam rangkaian Pertemuan IMF World Bank Group 2018, di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10/2018)./Reuters-Johannes P. Christo

Bisnis.com, JAKARTA -- International Monetary Fund kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, untuk keempat kalinya menjadi, 3% untuk 2019 dari proyeksi yang disampaikan pada April sebesar 3,2%.

Sementara itu, pertumbuhan global pada 2020 diproyeksikan mengalami sedikit peningkatan menjadi 3,4%, direvisi turun 0,2% dari proyeksi April. Namun pemulihan ini tidak berdampak luas.

Menurut laporan yang dirilis pada Selasa (15/10/2019), IMF mengungkapkan bahwa ekonomi global kini tengah berada dalam penurunan yang tersinkronisasi dan diperkirakan akan bergerak pada laju yang paling lambat sejak krisis keuangan global terakhir.

Penasihat Ekonomi IMF Gita Gopinath menyampaikan bahwa pertumbuhan untuk 2019 dan tahun depan berada jauh di bawah capaian pada 2017 yakni sebesar 3,8%, di mana ekonomi dunia secara serentak menguat.

"Pertumbuhan yang lamban pada 2019 sebagian besar disebabkan oleh pelemahan yang menyebar luas khususnya pada sektor manufaktur dan perdagangan global," tulis laporan tersebut, seperti dikutip Bisnis.com, Rabu (16/10/2019).

Dia menambahkan bahwa risiko terhadap prospek pertumbuhan mengalami peningkatan.

Beberapa faktor menjadi penyebab perlambatan antara lain tarif yang lebih tinggi serta ketidakpastian yang berkepanjangan terkait kebijakan dagang telah melemahkan investasi dan permintaan barang modal yang menjadi komoditas utama perdagangan.

Berbeda dengan manufaktur dan perdagangan yang lemah, sektor jasa di sebagian besar ekonomi dunia terus bertahan dan menopang pasar tenaga kerja tetap kuat serta mendukung pertumbuhan yang sehat di negara maju.

Perbedaan yang signifikan antara sektor manufaktur dan jasa untuk waktu yang lama menimbulkan kekhawatiran terkait risiko pelemahan dapat meluas ke sektor jasa.

Menurut IMF, penting untuk diingat bahwa pertumbuhan ekonomi dunia yang melemah diikuti dengan kebijakan moneter yang longgar baik di pasar ekonomi maju maupun berkembang.

Tekanan inflasi yang jinak telah mendorong bank-bank sentral utama bergerak lebih awal untuk mengurangi risiko penurunan pertumbuhan dan untuk mencegah penambatan ekspektasi inflasi, yang pada akhirnya mendukung kondisi ekonomi yang lebih kuat.

Inflasi yang rendah di negara maju dapat menjadi masalah yang mengakar dan membatasi ruang kebijakan moneter pada masa depan, membatasi efektivitasnya.

"Kebijakan moneter tidak mungkin menjadi satu-satunya andalan, harus ada dukungan fiskal di mana ruang geraknya tersedia dan kebijakan belum terlalu ekspansif," kata Gopinath.

Ekspansi pada ekonomi maju terus melambat. Di Amerika Serikat, ketidakpastian terkait perdagangan memiliki efek negatif pada investasi, tetapi lapangan kerja dan konsumsi terus kuat, didukung juga oleh stimulus kebijakan.

Sementara itu, di zona euro tingkat pertumbuhan telah diturunkan karena ekspor yang lemah, sedangkan ketidakpastian terkait Brexit terus melemahkan pertumbuhan di Inggris.

Beberapa revisi penurunan terbesar untuk pertumbuhan terlihat pada ekonomi maju di Asia, termasuk Hong Kong, Korea, dan Singapura, akibat paparan mereka terhadap perlambatan pertumbuhan di China dan dampak dari ketegangan perdagangan AS-China.

"Pertumbuhan pada 2019 telah direvisi turun di semua pasar berkembang besar dan ekonomi berkembang, sebagian terkait dengan ketidakpastian perdagangan dan kebijakan dalam negeri," kata Gopinath.

Sementara itu, pelonggaran moneter telah mendukung pertumbuhan, pemerintah dan otoritas diminta untuk tetap memastikan bahwa risiko finansial tidak meningkat.

Pembuat kebijakan harus secara bersamaan melakukan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, ketahanan, dan kesetaraan ekonomi.

Dengan perlambatan yang tersinkronisasi serta peluang pemulihan yang tidak pasti, prospek global tetap penuh risiko.

"Dengan proyeksi pertumbuhan 3%, tidak ada ruang untuk kebijakan yang salah dan pembuat kebijakan perlu bekerja secara kooperatif untuk menguragi ketegangan perdagangan dan geopolitik," tulis laporan tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper