Bisnis.com, JAKARTA -- Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mencatat bahwa sepanjang 5 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, kebijakan perekonomian yang dikeluarkan oleh pemerintah masih belum sepenuhnya berpihak kepada Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM).
Wakil Ketua KEIN RI Arif Budimanta menerangkan bahwa tumbuh kembang UMKM diperlukan dalam rangka memperkuat fondasi perekonomian Indonesia.
Lebih lanjut, UMKM bagaimanapun merupakan elemen penting bagi perekonomian domestik karena kontribusinya terhadap PDB mencapai 60% dan serapan tenaga kerjanya juga mencapai 96%.
Sesungguhnya, pemerintah sendiri sudah mengeluarkan beberapa fasilitas kepada UMKM antara lain dengan adanya penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final menjadi 0,5%, pemberian Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor atau KURBE, hingga fasilitas kepabeanan yakni kemudahan impor untuk tujuan eskpor bagi industri kecil dan menengah atau yang biasa dikenal dengan KITE IKM.
Untuk diketahui, KURBE memberikan merupakan program fasilitas ekspor melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
UMKM berorientasi ekspor dapat menerima fasilitas pembiayaan sebesar RP5 miliar untuk usaha mikro, Rp25 miliar untuk usaha kecil, dan Rp50 miliar untuk usaha menengah.
Adapun KITE IKM adalah pembebasan bea masuk serta pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor barang atau bahan untuk diolah dengan tujuan ekspor.
Barang-barang yang mendapatkan fasilitas antara lain bahan baku dan penolong, mesin produksi, hingga barang contoh.
Menurut Arif, kebijakan-kebijakan ini masih belum sepenuhnya dirasakan oleh UMKM dan belum memiliki daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi karena kebijakannya sendiri masih kurang tajam.
Terkait dengan KURBE, Arif mengatakan bahwa pemerintah ke depan masih perlu memilah-milah UMKM mana saja yang dipandang dapat diberi dukungan untuk menerima pembiayaan tersebut.
Adapun terkait KITE IKM, Arif memandang bahwa pemerintah perlu memastikan bahwa fasilitas kepabeanan tersebut tidak menimbulkan rembesan barang impor ke dalam pasar domestik, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT) yang akhir-akhir ini menjadi sorotan.
"Insentif yang diberikan masih terlalu umum. Insentif seharusnya berfokus pada jenis-jenis barang apa yang perlu kita kembangkan," ujar Arif, Jumat (11/10/2019).
Apabila UMKM mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah dan terimplementasi secara tepat sasaran, Arif mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sesungguhnya mampu menyentuh angka 7%-8% per tahunnya.
Meski demikian, Arif mengatakan bahwa intervensi pemerintah terhadap perekonomian dalam 5 tahun terakhir sudah cukup baik terbukti dengan terjaganya pertumbuhan ekonomi pada angka 5% setiap tahunnya.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2018 di mana laju pertumbuhan bisa mencapai 5,17%.
Hanya pada 2015 pertumbuhan ekonomi tercatat meleset dari angka 5% di mana kala itu pertumbuhan ekonomi hanya mampu mencapai 4,88%.
Khusus untuk 2019, World Bank juga sudah memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun ini bakal tetap pada angka 5%.
Pemerintah juga dipandang telah menggeser perspektif pembangunan di mana dalam 5 tahun terakhir pemerintah terus berfokus kepada pengembangan infrastruktur dan kemudahan berinvestasi.
Kebijakan ini memang memiliki dampak yang minim pada jangka pendek, tetapi akan berdampak besar dan menjadi fondasi bagi perekonomian secara jangka panjang.