Bisnis.com, JAKARTA – Untuk pertama kalinya sejak 2016, Bank Sentral Singapura memutuskan untuk melonggarkan kebijakan moneternya di tengah upaya untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) hari ini, Senin (14/10/2019), memutuskan mengurangi sedikit laju apresiasi rentang nilai mata uangnya seraya mempertahankan lebar dan levelnya berpusat.
MAS memang menggunakan nilai tukar sebagai alat kebijakan moneter utamanya alih-alih suku bunga. Otoritas ini diketahui mengelola kebijakan moneternya dengan mengendalikan nilai tukar dolar Singapura terhadap sekumpulan mata uang negara mitra dagang utamanya.
MAS juga menyesuaikan laju naik maupun turun mata uangnya terhadap mata uang negara-negara tersebut dengan mengubah slope, lebar, dan titik tengah kisaran rentang nilai tukarnya.
“MAS akan terus memonitor perkembangan ekonomi dan siap untuk mengkalibrasi ulang kebijakan moneter jika prospek inflasi dan pertumbuhan melemah secara signifikan,” terang Bank Sentral Singapura tersebut dalam sebuah pernyataan, dilansir melalui Bloomberg.
Menyusul keputusan soal kebijakan moneter, nilai tukar dolar Singapura menguat 0,1 persen menjadi level S$1,3719 terhadap dolar AS pada pukul 08.38 waktu Singapura.
Baca Juga
Sebanyak 14 dari 22 ekonom dalam survei Bloomberg telah memperkirakan langkah MAS tersebut, sementara sisanya memprediksikan langkah pengurangan slope yang lebih agresif menjadi nol.
Dalam pertemuan kebijakan pada April 2019, MAS mempertahankan kebijakannya setelah melakukan pengetatan sebanyak dua kali pada 2018.
Di sisi lain, melalui laporan terpisah, data menunjukkan produk domestik bruto (PDB) Singapura rebound setelah berkontraksi pada kuartal kedua. PDB negeri ini bertambah 0,6 persen secara tahunan pada kuartal III/2019 dari periode tiga bulan sebelumnya.
Meski demikian, raihan itu lebih rendah dari perkiraan median sebesar 1,2 persen dalam survei ekonom Bloomberg. Adapun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, PDB pada kuartal III naik 0,1 persen atau tidak berubah dari kuartal kedua.
“Angka PDB, meskipun mengurangi resesi teknis, tidak membuat data terlihat optimistis,” ujar Wisnu Varathan, kepala ekonomi dan strategi di Singapura. “Resesi manufaktur berlanjut. Prospeknya sangat kabur, jika tidak suram.”
Menurut MAS, pertumbuhan Singapura diperkirakan akan meningkat secara bertahap tahun depan, meskipun proyeksi ini tunduk pada ketidakpastian yang cukup besar di lingkungan eksternal.
Para pembuat kebijakan bank sentral di seluruh dunia mengambil sikap lebih dovish karena ketegangan antara Amerika Serikat dan China selama lebih dari setahun belakangan telah membebani pertumbuhan dan manufaktur yang mengancam meluas ke sektor jasa.
Di Singapura, pihak otoritas telah mengambil pendekatan bertahap ketika mereka memantau risiko dan mengawasi indikator pasar tenaga kerja yang sejauh ini tetap tangguh.
"Anda masih akan berseluncur di atas es yang relatif tipis hingga akhir tahun dan hingga tahun 2020,” ujar Selena Ling, kepala penelitian dan strategi keuangan di Oversea-Chinese Banking Corp., Singapura.
“Dalam lingkungan perdagangan saat ini, sangat sedikit yang bisa dilakukan pelonggaran kebijakan moneter untuk mengubah keseluruhan gambaran,” tambahnya.