Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan diminta mengevaluasi importir bahan pangan termasuk gula, beras dan produk holtikultura karena mekanisme yang terjadi selama ini cenderung menguntungkan pihak swasta, namun merugikan kalangan petani dan masyarakat secara keseluruhan.
Demikian dikemukakan oleh Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia(Ginsi) Anton Sihombing yang juga anggota DPR periode 2014-2019 kepada wartawan Kamis (10/10/2019).
Menurut Anton, penanganan impor bahan pangan sebaiknya diberikan kepada BUMN, bukan kepada swasta yang “nakal”. Dia menilai banyak pihak swasta hanya mencari keuntungan semata dan ironisnya tidak mau bergabung dengan organisasi resmi seperti GINSI.
“Jika importir bahan pangan tidak dievaluasi segera, saya khawatir akan menutup berkembangnya produk petani dalam negeri dan sebaliknya memberi peluang yang besar bagi produk impor” kata Anton.
Dia memberi contoh komoditas jeruk produk petani asal Sumatera Utara yang tidak berkembang karena kalah bersaing dengan produk asing.
Dikatakannya, Jeruk di Sumut hanya dihargai Rp8.000 per kilogram sehingga tidak menguntungkan bagi petani karena tidak sebanding dengan biaya petik dan biaya angkut (transportasi) untuk menjualnya ke pasar.
Anton memprediksi, saat ini produk pangan dari luar negeri, termasuk dari Brasili sudah membanjiri pasar Indonesia. Jika masalah ini dibiarkan berlarut larut akan menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Menurutnya, jika impor dilakukan sebaiknya ditangan oleh pemerintah atau BUMN, bukan diserahkan kepada swasta.
Politisi Partai Golkar itu mengharapkan agar Presiden Jokowi memilih menterinya yang mampu mengikuti irama kerja presiden demi kesejahteraan rakyat.