Bisnis.com, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan menyatakan kenaikan tarif penyeberangan rata-rata 28 persen lebih rendah dari permintaan pengusaha yang menginginkan kenaikan hingga 38 persen.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Sutomo menuturkan pihaknya memang menjadi asosiasi yang mengusulkan kenaikan tarif tersebut. Namun, dia tetap memperhatikan kebutuhan para konsumennya.
"Kami sebenarnya tidak ingin menjadi asosiasi yang memperjuangkan kepentingan operator saja, Gapasdap ini memperjuangkan seluruh kepentingan stakeholders, apalah artinya kita hitung tarif harus naik dua kali tiga kali lipat, konsumen tidak bisa bayar," tuturnya, Selasa (8/10/2019).
Berdasarkan perhitungan harga pokok penjualan (HPP) versi Gapasdap, imbuhnya, minimal kenaikan tarif penyeberangan rata-rata seharusnya mencapai 38 persen.
Usulan Gapasdap, tegasnya, kenaikan tarif penyeberangan lintas provinsi dilakukan dalam 3 tahun, dengan kenaikan 13 persen per tahun.
"Bilamana tidak terjadi kenaikan biaya-biaya di atas kendali pemerintah, tiba-tiba kenaikan BBM, itu di luar kemampuan kami sehingga menurut kami ini sangat wajar [kenaikan tarif]. Di moda lain, tidak hanya menunggu 2,5 tahun, 2,5 menit saja sudah naik 2 kali lipat," paparnya.
Baca Juga
Dia menegaskan operator penyeberangan menjadi pihak yang mendapatkan beban biaya tertinggi seperti terbebani biaya investasi kapal, bahan bakar kapal, serta perawatan kapal.
Khusus untuk variabel bahan bakar, terangnya, setiap operator sangat variatif, bebannya antara 30 persen--50 persen, bergantung efisiensi masing-masing operator.
"Kami ada biaya perawatan kapal juga, ada pengedokan kapal 12 bulan sekali, baik ketika kapal digunakan ataupun kapal tidak beroperasi," jelasnya.