Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha menilai kurikulum pendidikan vokasi di Indonesia perlu menekankan pada praktik lapangan yang sesuai dengan kebutuhan industri, alih-alih menitikberatkan pada teori.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J. Supit mengatakan dua pilar penting yang harus ada dalam vokasi adalah pendidikan dan pelatihan industri.
“Jadi, vokasi itu dual system atau sistem ganda. Supaya tidak rancu, vokasi itu lebih ke bekerja sambil sekolah,” kata Anton kepada Bisnis.com, Selasa (8/10/2019).
Menurutnya, idealnya siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) harus menghabiskan 70% waktu belajarnya di industri atau pabrik, sedangkan sisanya di sekolah.
“Namun, untuk masuk langsung praktik dia enggak bisa langsung ke industri. Makanya, industri dan sekolah harus duduk bersama-sama menyusun kurikulum [pendidikan vokasi].”
Jadi, perusahaan dalam hal ini ikut menentukan isi kurikulum pendidikan kejuruan, karena pada akhirnya lulusan SMK harus siap bekerja.
Selain kurikulum, sebut Anton, aspek yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan tenaga kerja adalah keselarasan antara teori dan praktik.
“Jangan sampai dia di kelas belajar elektro, praktiknya beda. Harus sama itu. Kemudian, saat praktik pun enggak bisa dia hanya lihat, harus ikut kerja.”
Untuk itu, tenaga pendidik kejuruan di SMK harus dijaga kualitasnya. “Jadi industri enggak bisa serta merta menerima pemagang kalau dia enggak mempersiapkan kurikulum, tenaga pengajar di sekolah dan lain-lain.”
Terakhir, untuk menyiapkan tenaga kerja, kualitas kurikulum di setiap wilayah harus sama. “Harus menjamin mutu baik di pendidikan kejuruan,maupun di tempat latihan. Dan ada kurikulum dan ujian yang terstandar yang berlaku di semua wilayah. Yang dilatih di Manado dan Jakarta harus sama.”