Bisnis.com, JAKARTA – Bisnis tanaman hias atau buah bisa menjadi opsi usaha penyelamatan lingkungan yang bisa menuai cuan.
Keberadaan penjual bibit tanaman seperti menghias jalanan yang tandus karena dibentuk dari beton menjadi sedikit hijau. Kampanye peduli lingkungan pun tengah marak dilakukan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Prospek bisnis tanaman hias terlihat makin terang ketika Sansevieria alias Lidah Mertua menjadi tenar karena bisa mengurangi polusi udara di kota-kota besar.
Hal itu pula yang menjadi inspirasi Annisa Durotus Safa yang merintis bisnis bibit tanaman hias Wit Tanduran di Sidoarjo, Jawa Timur, sejak awal 2019.
“Selain Pemprov Jakarta, Walikota Surabaya juga giat menggunakan tanaman hias Lidah Mertua. Di jalan-jalan pasti ada pot berisi tanaman hias tersebut,” ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (1/10/2019).
Menariknya, perjalanan bisnis Annisa yang baru seumur jagung ini dimulai dengan modal yang tidak terlalu besar.
Baca Juga
Annisa mengaku dirinya hanya menggelontorkan modal Rp1,5 juta untuk membeli beberapa bibit tanaman hias seperti, Sansevieria, Monstera, Calathea, Kaktus, Bunga Mawar, Bunga Matahari, Bunga Krisan, dan Bunga Sepatu. Bibit-bibit itu didapatkannya dari petani di Kota Batu, Malang.
“Saya memang suka tanaman hias gitu sih. Saya pun dapat modal usaha setelah menjual tanaman hias milik sendiri. Setelah itu, baru deh beli bibit tanaman hias yang baru,” ceritanya.
Annisa memaparkan biaya operasional bisnis tanaman hiasnya itu sekitar Rp25 juta. Biaya itu mencakup bibit, pupuk, pestisida, vitamin, media tanam seperti, sekam, pot, dan transportasi. Biaya operasionalnya tidak melonjak tinggi karena dijalaninya sendiri alias tidak menggunakan karyawan dan lokasinya di pekarangan rumah.
Alhasil, dia tidak perlu menganggarkan beban operasional dari segi gaji karyawan maupun sewa lokasi. Proses bisnisnya, Annisa berbagi tugas dengan suami dan adiknya seperti, pengelolaan keuangan, media sosial, pengemasan, perawatan bibit, dan pengiriman.
“Biaya operasionalnya pun mencakup biaya promosi iklan di media sosial. Lumayan, bisa dapat pengikut sekaligus pembeli juga,” ujarnya.
Demi mendaptkan omzet yang optimal, Annisa juga menjajakan tanaman hiasnya lewat media sosial. Namun, dia masih belum berencana menjual produknya itu di marketplace dagang-el.
Sembilan bulan berjalan, Annisa mengklaim sudah mendapatkan omzet sekitar Rp35 juta sampai Rp40 juta per bulan. Rincian pendapatan itu berasal dari penjualan tanaman hias sekitar 500 sampai 700 pot per bulan.
“Nah, saya pun tidak sekedar bisnis tanaman hias saja, tetapi juga bisnis pot. Nilai omzet dari jualan pot juga cukup lumayan,” ujarnya.
Bisnis Tanaman Buah
Jika Annisa masih enggan melebarkan jaringan bisnisnya ke marketplace dagang-el, maka Higar Agro justru mengambil jalan sebaliknya.
Bisnis bibit tanaman buah asal Karanganyar, Jawa Tengah, itu justru memanfaatkan platform dagang-el agar bisa menyasar konsumen di luar kota sampai luar Jawa.
“Kalau kirim tanaman ke luar Jawa, kami bisa pakai ekspedisi. Jika jumlahnya banyak, kami akan sewa truk untuk mengirimnya,” ujar Pengelola dan Pemasaran Higar Agro Alip Nugroho.
Secara keseluruhan, Higar Agro menawarkan kurang lebih 80 jenis bibit tanaman buah. Jaringan pembeliannya bisa dilakukan dalam jumlah grosir dan eceran.
“Kalau dengan grosir pastinya lebih murah ketimbang eceran,” ujarnya.
Harga bibit tanaman buah grosir dipatok sekitar Rp27.000 sampai Rp104.000 per bibit. Dari nilai itu, harga bibit tanaman buah bisa dijual lagi dengan harga eceran sekitar Rp72.000 – Rp175.000 per bibit.
Untuk itu, Higar Agro juga membuka paket dropship yang paling murah senilai Rp10 juta untuk 160 bibit tanaman buah. Dengan skema itu, mitra Higar Agro bisa menawarkan produk saja ke konsumen, tetapi bibit tanaman akan dikirim oleh Higar Agro.
Alip menuturkan harga jual ke konsumen tergantung lokasi penjualan dan ukuran bibit. “Semakin besar ukurannya, ya semakin mahal,” ujarnya.
Tantangan dan Tips Bisnis Tanaman
Tidak ada bisnis yang tidak berisiko, begitu juga dengan bisnis bibit tanaman hias dan buah tersebut. Salah satu yang menjadi tantangan beratnya adalah menjaga tingkat stres bibit agar tidak mati. Lalu, pemasaran ke luar daerah pun berisiko merusak bibit tanamannya.
Annisa dan Alip kompak mengatakan tanaman berpotensi rusak, layu, hingga mati jika dikemas dan dikirim menggunakan jasa pengiriman. Penyebabnya, tingkat cahaya matahari dan udara yang rendah dan hampir tidak ada.
“Pernah ada pembeli dari luar kota yang komplain karena ada daun bibit yang patah saat pengiriman. Untungnya, pembeli sadar itu risiko jika menggunakan jasa ekspedisi,” ujar Annisa.
Dia pun mengaku lebih suka orang beli langsung ke tempatnya karena konsumen bisa memilih bibitnya sendiri dan enggak ada risiko rusak sampai ke tangan calon pembelinya tersebut.
Annisa pun memberikan beberapa tips untuk bisnis tanaman, terutama tanaman hias.
Pertama, cari sumber pasokan bibit yang harganya terjangkau. Kedua, kenali karakteristik bibit tanaman yang akan dijual.
Dia menjelaskan karakteristik tanaman itu berbeda-beda, jika sampai salah perawatan bisa menyebabkan bibit itu mati.
“Ada tanaman yang harus kena cahaya matahari, ada juga yang enggak. Lalu, ada yang harus setiap hari disiram, ada juga yang cuma beberapa kali seminggu. Kalau enggak tau karakteristiknya dan tidak cocok, ya bisa-bisa tanaman layu dan mati, akhirnya jadi rugi,” jelasnya.
Tertarik menjajal bisnis bibit tanaman?