Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU Pertanahan Masih Perlu Penyempurnaan

RUU Pertanahan saat ini, dinilai KNPA membuka jalan bagi liberalisasi pasar tanah di Indonesia.
Mahasiswa memadati ruas jalan depan gedung DPR/MPR. Ribuan mahasiswa melakukan aksi penolakan atas sejumlah rancangan undang-undang di antaranya RKUHP, RUU Pertanahan, dan RUU KPK
Mahasiswa memadati ruas jalan depan gedung DPR/MPR. Ribuan mahasiswa melakukan aksi penolakan atas sejumlah rancangan undang-undang di antaranya RKUHP, RUU Pertanahan, dan RUU KPK

Bisnis.com, JAKARTA — Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pertanahan resmi ditunda. Masih banyak pertentangan terkait dengan beberapa pasal dalam RUU tersebut.

Ketua Pusat Studi Hukum Properti Indonesia (PSHPI) Erwin Kallo mengatakan bahwa langkah penundaan pengesahan RUU Pertanahan oleh pemerintah dan DPR sudah tepat. Pasalnya, masih ada beberapa pasal yang dirasa kurang tepat.

“Untuk rumah susun yang bisa dimiliki oleh pihak asing itu, seharusnya tidak boleh pakai HGB [hak guna bangunan], tetapi pakai hak pakai karena itu bisa bertentangan dengan UU Agraria,” kata Erwin kepada Bisnis, Selasa (24/9/2019).

Selain itu, poin yang mengatur kepemilikan tanah dan pembatasan atas hak tanah juga dianggap kurang mendukung sektor bisnis properti.

Lebih lanjut, Erwin menuturkan bahwa adanya penolakan besar-besaran terkait RUU Pertanahan ditengarai disebabkan oleh kurangnya komunikasi dan sosialisasi antara pemerintah dan publik.

Hal itu pun menjadi PR bagi pemerintah dan DPR periode berikutnya untuk lebih melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasan setiap RUU, termasuk RUU Pertanahan.

"Aturan pertanahan ini kan sangat berkaitan dengan end user sehingga partisipasi masyarakat harusnya lebih didorong,” ucapnya.

Sementara itu, Marketing Director Paramount Land Alvin Andronicus mengatakan bahwa pemerintah dan DPR sebaiknya duduk bersama kembali untuk mematangkan pembahasan RUU tersebut agar tidak kembali menuai polemik.

“Pembahasan RUU ini memang tidak bisa dilakukan terburu-buru karena ada masih ada banyak hal yang harus diperjelas,” ujarnya.

Adapun, Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) dengan tegas menolak RUU Pertanahan yang saat ini dianggap lebih berpihak kepada korporasi dan berpeluang untuk meningkatkan konflik agraria.

Sekjen KNPA Dewi Kartika mengatakan bahwa RUU Pertanahan saat ini membuka jalan bagi liberalisasi pasar tanah di Indonesia. Hal tersebut dianggap bisa semakin memperparah ketimpangan, memperbanyak konflik agraria, membuka lebih luas praktik perampasan tanah oleh korporasi dan klaim pemilikan tanah atas tanah negara, serta menjauhkan semangat konstitusi dan UU Pokok Agraria tentang ekonomi kerakyatan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper