Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aptrindo Minta Subsidi Solar Dicabut, Ini Tanggapan Kementerian Keuangan

Pada 2019, pemerintah resmi tidak melakukan mekanisme perubahan APBN untuk menaikkan atau menurunkan anggaran BBM subsidi.
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar pada kendaraan di SPBU Coco, Kuningan, Jakarta, Jumat (31/8/2018). Pemerintah melalui badan usaha penyedia BBM dan produsen bahan bakar nabati menerapkan program pelaksanaan kewajiban pencampuran penggunaan biodiesel sebanyak 20 persen pada BBM segera dilaksanakan mulai Sabtu (1/9/2018)./Antara-Aprillio Akbar
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar pada kendaraan di SPBU Coco, Kuningan, Jakarta, Jumat (31/8/2018). Pemerintah melalui badan usaha penyedia BBM dan produsen bahan bakar nabati menerapkan program pelaksanaan kewajiban pencampuran penggunaan biodiesel sebanyak 20 persen pada BBM segera dilaksanakan mulai Sabtu (1/9/2018)./Antara-Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Keuangan menyatakan perubahan anggaran subsidi bahan bakar minyak tidak bisa serta merta dilakukan karena melalui mekanisme di DPR yaitu revisi undang-undang APBN.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransyah Wira Sakti menuturkan, hal ini akan menjadi tantangan bagi harapan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) yang menginginkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dicabut.

"Alokasi subsidi energi dilakukan melalui UU APBN," katanya kepada Bisnis.com, Senin (23/9/2019).

Selama ini, subsidi BBM dilakukan melalui mekanisme APBN dengan setiap perubahannya harus melalui APBN Perubahan. Menurutnya, pada 2019, pemerintah sudah resmi tidak melakukan mekanisme tersebut.

Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menerbitkan Surat Edaran No. 3865.E/Ka BPH/2019 tentang Pengendalian Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu pada 29 Juli 2019 untuk meminimalkan jebolnya kuota subsidi 2019.

Komite BPH Migas Henry Ahmad mengatakan target penyaluran BBM bersubsidi disesuaikan kuota yang ada karena tidak ada revisi APBN 2019. Menurutnya, salah satu alasan melonjaknya konsumsi BBM bersubsidi, khususnya Solar, adalah perhelatan pesta demokrasi.

“Tidak ada APBN-P, berarti kami harus tetap mengacu pada target yang ada. Akhirnya yang paling terkena dampak itu masyarakat kecil,” tuturnya.

Bila BPH Migas tidak melakukan pengawasan dan pengaturan, imbuhnya, kuota subsidi Solar akan habis pada Oktober 2019. Bersadarkan data BPH Migas, tercatat penyaluran BBM bersubsidi sebesar 71,73 persen  dari total target 15,11 juta kiloliter (KL) hingga Agustus 2019.

Realisasi penyaluran BBM bersubsidi sebanyak 10,83 juta KL atau 71,73 persen dari total 15,11 juta KL hingga Januari - Agustus 2019. Realisasi penyaluran BBM bersubsidi tersebut terbagi atas Solar sebanyak 10,48 juta KL, dan minyak tanah 354.467 KL.

Di sisi lain, realisasi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) atau premium sebesar 7,95 juta KL atau 72,32 persen  sepanjang 8 bulan pertama tahun ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper