Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Formulasi UMP di Indonesia Dinilai Tak Ideal, Ini Saran Perbaikan dari Dewan Pengupahan

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional Unsur Pengusaha Bob Azzam menilai mekanisme penghitungan UMP masih belum ideal. Pasalnya, terjadi kesenjangan antardaerah terkait dengan besaran gaji. 

Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional Unsur Pengusaha Bob Azzam menilai mekanisme penghitungan UMP masih belum ideal. Pasalnya, terjadi kesenjangan antardaerah terkait dengan besaran gaji. 

"Saat ini memang Dewan Pengupahan Nasional RI sudah ada kajian untuk mengurangi kesenjangan itu," ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (16/9/2019).

Salah satu kajian itu adalah dengan mempertimbangkan metode kalkulasi paritas daya beli (purchasing power parity/PPP). Caranya adalah dengan menyesuaikan indeks daya beli pekerja di masing-masing daerah terhadap harga barang dan konsumsi daerah itu.

"Bisa saja nilai Rp1 juta itu berbeda-beda kemampuan membeli barangnya, tergantung harga di daerah itu. [Uang senilai] Rp1 juta di Jogja tentu berbeda dengan Rp1 juta di Jakarta, daya belinya," tuturnya.

Selain itu, Dewan Pengupahan menyarankan penerapan sistem zonasi per daerah yang memiliki situasi ekonomi dan ketenagakerjaan yang mirip.

"Perbedaan atau kesenjangan itu masalah yang kedua yang harus diselesaikan, tetapi yang utama yakni membuka lapangan kerja," katanya.

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengusulkan agar kenaikan UMP tahun depan bisa di atas 10%. Hal itu dikarenakan karena kondisi pekerja juga tengah sulit dan banyak yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Terlebih, besaran iuran BPJS Kesehatan juga mengalami kenaikan, sehingga besaran kenaikan UMP butuh di atas 10%, ditambah lagi kondisi sekarang apa-apa mahal," terangnya. 

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengaku, hingga saat ini belum ada diskusi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja mengenai penetapan UMP 2020. Namun, Dewan Pengupahan Daerah sudah mulai melakukan pertemuan guna membahas isu tersebut.

Menurutnya, jika mengacu pada PP Pengupahan, kenaikan UMP 2020 akan mencapai sekitar 7%—8% dari tahun ini. Namun, perumusah poin kebutuhan hidup layak (KHL) dalam PP Pengupahan perlu dikaji ulang relevansinya. Saat ini, terdapat 60 poin KHL yang diatur dalam beleid tersebut.

"Saya berharap Menteri Ketenagakerjaan Hanif [Dhakiri] melibatkan serikat pekerja dalam mengkaji jumlah item KHL dengan nilainya agar pengupahan tidak menjadi isu yang berpotensi terjadi perselisihan di tingkat pengadilan maupun lapangan," tuturnya. 

Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenaker Haiyani Rumondang memastikan pembahasan besaran kenaikan upah akan dibahas akhir bulan ini. 

"Besaran penetapan upah akan selalu mengikuti aturan yang saat ini berlaku yakni PP 78, yaitu melihat pertumbuhan ekonomi dan inflasi," ucapnya.

Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Krisnadwipayana Payaman Simanjuntak  bependapat pembahasan UMP 2020 akan kembali diwarnai pro dan kontra. Pasalnya, besaran kenaikan UMP yang mengacu pada PP Pengupahan dipasttikan bakal berdampak pada pelaku usaha.

"Memang serba salah, sehingga perlu dikaji dan evaluasi penerapan ini," kata Payaman.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan kondisi global yang sangat menekan menjadi pertimbangan pelaku industri untuk menuntut kenaikan UMP 2020 dengan besaran yang lebih rendah dari tahun sebelumnya.  

"Kondisinya tengah berat sekarang. Kalau UMP naik dengan besaran yang sama tentu memberatkan, terlebih saat ini banyak yang pindah pabriknya ke Jawa Tengah dan Afrika," katanya. 

ump 2020
ump 2020


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper