Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi logistik dan forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta menilai fasilitas Container Freight Station (CFS) sebagai tempat bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok yang dimiliki PT Pelabuhan Indonesia II masih belum dimanfaatkan secara maksimal dan kurang dikelola dengan baik oleh pemerintah.
Ketua DPW Asosiasi logistik dan forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto menyatakan hingga kini para agen pengguna CFS masih lebih suka menyewa gudang atau CFS lain di luar pelabuhan karena mereka memiliki regulasi yang lebih 'luwes' untuk para penyewanya.
"Jika para agen mengontrak gudang di luar pelabuhan, kami dapat mengontrak sekaligus memiliki hak prerogatif atas pemanfaatan wilayah gudang yang kita sewa. Namun, apabila di CFS, kita tidak bisa senyaman itu, karena ada beberapa regulasi yang tidak bisa sesuai dengan kepentingan agen," tuturnya pada Bisnis.com, Kamis (12/9/2019).
Widijanto menuturkan bahwa para agen umumnya mengkontrak gudang yang tidak jauh dari pelabuhan meskipun berada di luar wilayah pelabuhan.
Selain itu, para importir dan eksportir yang telah terikat dalam kesepakatan B2B (Business to Business) akan mengantarkan kontainer mereka langsung menuju gudang kontrak.
Wijianto memperkirakan terdapat perbandingan yang cukup tinggi antara agen yang memanfaatkan CFS milik IPC serta agen yang memilih untuk menyewa gudang di luar wilayah pelabuhan yakni sebesar 30 persen yang memilih untuk menggunakan CFS serta 70 persen lainnya memilih untuk menyewa di luar pelabuhan.
Di sisi lain, menurutnya, saat ini CFS Priok masih menghambat pergerakan transportasi keluar-masuk Pelabuhan Tanjung Priok karena ada kegiatan bongkar barang yang memerlukan banyak waktu sehingga mengakibatkan antrean.
"Apabila [CFS] berada di pelabuhan. mengakibatkan macet. Proses [Stripping] bongkar dan [Stuffing] muat satu kontainer itu membutuhkan beberapa jam, sehingga apabila banyak kontainer yang datang akan menghabiskan waktu akibatnya antre dan macet," tuturnya.