Bisnis.com, JAKARTA -- Prospera Lead Adviser Anton Gunawan menyatakan bahwa upaya pemerintah untuk menerbitkan omnibus law untuk mendorong investasi sudah tepat. Akan tetapi, upaya mendorong investasi lebih besar dari sekadar memangkas regulasi.
Menurut Anton, Indonesia sebenarnya sudah meraih sejumlah prestasi, misalnya iklim persaingan usaha dan kemudahan berusaha yang lebih baik.
Dia mengatakan awalnya jenis aturan yang menghambat dan bersifat lebih proteksionis di Indonesia sempat meningkat pada 2009-2015. Namun sejak pertengahan 2015 tren proteksionisme melalui regulasi agak melonggar.
Alhasil tingkat kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EoDB) dari Bank Dunia pada 2019 Indonesia menempati peringkat ke-73 dari 190 negara dengan nilai 67,96.
Pencapaian ini masih di atas rata-rata kemudahan berbisnis negara di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik. Namun, menurut Anton, hal itu tidak cukup, mengingat hambatan investasi tak hanya bersumber dari regulasi fiskal tingkat daerah.
"Masalah perpajakan bukan dari size tax rate-nya. Jadi menurunkan tax belum tentu mereka [pelaku usaha] mau. Tapi ini bukan intinya. Masalah lain logsitic system tak lancar," sambung Anton.
Dia menilai rantai pasokan tingkat daerah sampai hari ini perlu menjadi perhatian. Dia menilai agar tren proteksionisme di dunia jangan sampai menular ke Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah mempersiapkan omnibus law untuk 72 aturan yang menghambat regulasi dan akan dipangkas selama 1 bulan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan untuk mempercepat masuknya investasi langsung ke Indonesia, pemerintah sudah menargetkan omnibus law melalui pemangkasan awal 72 regulasi dalam kurun waktu 1 bulan.