Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah akan mempersiapkan omnibus law untuk 72 aturan yang menghambat regulasi dan akan dipangkas selama 1 bulan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan untuk mempercepat masuknya investasi langsung ke Indonesia, pemerintah sudah menargetkan omnibus law melalui pemangkasan awal 72 regulasi dalam kurun waktu 1 bulan.
Luhut menyatakan 72 UU yang dikaji tersebut memang tidak selaras dengan konteks ekonomi saat ini. Pasalnya, banyak induk aturan bisnis di Indonesia masih mengacu pada produk yuridis warisan Belanda.
"Dengan omnibus law, kita ingin selesaikan. Sekarang sedang dikerjakan oleh kantor Setkab dengan Kemenko Perekonomian selama satu bulan," ujar Luhut di Djakarta Theater, Kamis (12/9/2019).
Dia menilai, regulasi masih menjadi salah satu alasan investor asing khususnya sektor manufaktur beranjak dari Indonesia dan masuk ke negara lain. Sebut saja misalnya Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Kerumitan arus perizinan di Indonesia juga diperparah dengan masih ramainya praktik usaha yang tidak sehat.
"Sistem kita masih memungkinkan membuat peluang untuk orang menahan izin. Yang mau usaha jadi bingung. Itu akan menimbulkan ketidapastian dan malas ke Indonesia," paparnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan hal senada bahwa ekosistem investasi harus diperbaiki, termasuk pemangkasan atas 72 UU yang dianggap memberatkan investasi. Dia juga membenarkan banyak UU yang diproduksi pada 1980-an, 1990-an, atau bahkan zaman penjajahan Belanda yang belum sepenuhnya direvisi.
"Produk UU zaman Belanda mindset-nya adalah kolonial terhadap koloni dan bukan untuk serve the people atau memperbaiki lingkungan agar kesempatan tercipta dan investasi terjadi," jelas Sri Mulyani.
Oleh sebab itu, seiring dengan pemangkasan regulasi, pemerintah juga akan mempercepat reformasi birokrasi. Caranya dimulai dengan mengubah pola pikir dan cara kerja birokrat untuk memudahkan calon investor, bukan mempersulit investor. Dengan demikian, kehadiran investor bisa menggeliatkan kinerja permintaan dan menggerakan ekonomi lebih progresif.
Dia pun menegaskan, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan sisi permintaan yang menjadi agregat investasi, konsumsi, belanja pemerintah, dan ekspor terpacu. Alasannya, tanpa geliat produksi maka struktur ekonomi juga tidak akan berkelanjutan.
"Tantangan pembangunan hari ini dari sisi perekonomian output gap kita sudah shrinking. Artinya supply-demand sudah sama dan kalau kita ingin maju, dua sisi ini harus berjalan seiring," tutur Sri Mulyani.