Bisnis.com, JAKARTA - Sekelompok kabupaten dan kota menilai, bahwa indikator penting dari smart city hanya kecanggihan informasi dan teknologi.
Namun, Badan Standardisasi Nasional (BSN) menilai hal tersebut adalah kekeliruan, sebab ada 18 parameter untuk menjadi smart city.
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya menuturkan, saat ini smart city semakin marak. Namun, pemerintah daerah menilai bahwa smart city adalah kota yang canggih dengan teknologi dan BSN pun telah menerapkan standar SNI ISO 37120:2018 tentang smart city.
"Berangkat dari kekeliruan itu, saya menjadi khawatir dan takut pemerintah daerah melenceng dari pakem. Padahal dalam standar internasional dan ISO telah ada pakemnya," ungkapnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Perkotaan membutuhkan indikator-indikator untuk mengukur kinerja mereka. Indikator-indikator yang sudah ada biasanya tidak standar, konsisten atau tidak dapat dibandingkan dari waktu ke waktu atau antarperkotaan.
Standar ini difokuskan pada pelayanan perkotaan dan kualitas hidup sebagai kontribusi pada keberlangsungan kota.
Secara garis besar, 18 parameter tersebut dijadikan referensi dalam standar yaitu indikator utama, profil dan pendukung.
Menurutnya, konsep dari pada smart city adalah kota yang cakap dalam bidang ekonomi, penduduk, pendidikan, kesehatan, pemerintahan, transportasi/mobilitas, lingkungan hidup. Integrasi dari smart city sangat dibutuhkan.
Menurut Bambang, kota pintar adalah kota mampu mengintegrasikan seluruh infrastruktur termasuk jalan, jembatan, terowongan, rel, kereta bawah tanah, bandara, pelabuhan, komunikasi, air, listrik, dan pengelolaan gedung.
Dengan begitu, pemerintah dapat mengoptimalkan sumber daya, meningkatkan kenyamanan dan keamanan yang dipercayakan kepada penduduknya.
Konsep smart city juga harus membuat kota lebih efisien dan layak huni, serta penggunaan smart computing untuk menciptakan aneka fasilitasnya meliputi pendidikan, kesehatan, keselamatan umum, transportasi yang lebih cerdas, saling berhubungan dan efisien.
Lebih konkret, Bambang mencontohkan, pada parameter ke-14 terkait transportasi terdapat indikator utama yakni panjang kilometer sistem transportasi umum per 100.000 penduduk dan jumlah perjalanan transportasi umum per kapita per tahun.
Sedangkan indikator pendukung adalah persentase perjalanan pergi-pulang menggunakan satu moda transportasi untuk bekerja selain menggunakan kendaraan pribadi. Indikator profil yakni jumlah mobil pribadi dan motor per kapita.
Bila ditelik dari parameter ekonomi, indikator utama smart city adalah tingkat pengangguran perkotaan yang rendah. Untuk indikator pendukung adalah nilai dari properti komersial dan industri, jumlah bisnis, paten baru dan konektivitas udara di kota tersebut. Bambang menuturkan, berdasarkan data dari Kemkoinfo, Banyuwangi paling siap untuk menuju smart city.
Dalam parameter nomor 13-15 yakni telekomunikasi, transportasi dan pertanian, maka bisa saja kabupaten lebih siap daripada kota-kota besar untuk menuju smart city.
Kini pemerintah gencar untuk menuju 100 smart city, akan tetapi pakem yang digunakan masih sangat bervariasi. Meskipun standar yang dipakai daerah menuju smart city cukup bervariasi, hal tersebut dapat ditoleransi dengan catatan ada peluang perbaikan menuju indikator yang telah ditetapkan BSN.