Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China & Jepang Kontraksi, Indonesia Harus Waspadai Neraca Dagang

Kontraksi ekspor di Jepang dan perlambatan ekonomi di China perlu tetap diwaspadai agar tak memberi imbas pada kinerja ekspor Indonesia.
Wajah Beijing, ibu kota China. Bank Indonesia menyatakan perlambatan ekonomi di China perlu diwaspadai terkait dengan kinerja ekspor./Reuters-Thomas Peter
Wajah Beijing, ibu kota China. Bank Indonesia menyatakan perlambatan ekonomi di China perlu diwaspadai terkait dengan kinerja ekspor./Reuters-Thomas Peter

Bisnis.com, JAKARTA – Kontraksi ekspor di Jepang dan perlambatan ekonomi di China perlu tetap diwaspadai agar tak memberi imbas pada kinerja ekspor Indonesia.

Berdasarkan Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II/2019 dari Bank Indonesia, perlambatan ekonomi di Asia yakni Jepang dan China masih perlu diwaspadai.

Pasalnya, perekonomian Jepang tumbuh moderat karena ekspor yang masih terkontraksi dan permintaan domestik yang belum membaik.

Adapun pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal II/2019 tercatat 1,2% (yoy), masih meningkat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar 1,1% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi Jepang juga dipandang masih meningkat karena preferensi frontloading aktivitas konsumsi menjelang kenaikan pajak konsumsi di tengah perlambatan ekspor. Ekspor Jepang, terutama manufaktur justru mengalami kontraksi.

Selain itu, menurut laporan BI tersebut, kinerja investasi dan konsumsi juga belum tumbuh kuat seiring dengan permintaan domestik yang masih rendah.

Di lain pihak, pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II/2019 tercatat sebesar 6,2% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya sebesar 6,3% (yoy).

Perlambatan ekonomi China disebabkan oleh perlambatan ekspor. Tercermin ekspor China kuartal II/2019 terkontraksi dan menjadi -1,0% (yoy). Angka ini menurun dibandingkan dengan capaian kuartal sebelumnya sebesar 1,4% (yoy).

Pemicu turun ekspor karena ekspor China ke AS kontraksi -7,8% dan Eropa kontraksi -3,1%. Diperkirakan pengenaan tarif tambahan 10% pada US$300 miliar produk China semakin menekan ekspor China.

Menanggapi hal itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyatakan dinamika sampai kuartal II tahun ini telah menggambarkan posisi ekspor Indonesia yang kurang menguntungkan.

"Pertumbuhan ekonomi China itu gambaran demand China terhadap produk ekspor kita," kata Piter.

Jika China terus mengalami perlambatan ekonomi akibat kontraksi ekspor, volume ekspor Indonesia bisa ikut terdampak. Kondisi ini juga berimbas pada melesetnya target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,2%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper