Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Empat Smelter Nikel Akan Dukung Industri Mobil Listrik Domestik

Keseriusan Indonesia yang ingin menjadi produsen penghasil bahan baku baterai kendaraan listrik didukung dengan dibangunnya empat smelter nikel yang mampu mendukung rencana tersebut.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA Keseriusan Indonesia yang ingin menjadi produsen penghasil bahan baku baterai kendaraan listrik didukung dengan dibangunnya empat smelter nikel yang mampu mendukung rencana tersebut.

Pabrik smelter nikel pertama, yakni Hauyue Bahadopi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, dengan kapasitas Input 11 juta ton bijih nikel per tahun yang mampu menghasilkan 60.000 ton nikel (Ni) per tahun dan 7.800 ton kobalt per tahun. Proyek yang dimiliki PT Huayue Nikel Cobalt ini memiliki nilai investasi US$1,28 miliar dengan pembangunan mulai Januari 2020 sampai Januari 2021. 

Kedua, smelter QMB Bahodopi di Morowali, Sulawesi Tengah, dengan kapasitas input 5 juta ton bijih nikel per tahun yang mampu menghasilkan 50.000 ton Ni per tahun dan 4.000 ton kobalt. Proyek yang digarap PT QMB New Energy Material ini memiliki nilai investasi US$998,47 juta. 

Ketiga, smelter PT Harita Prima Abadi Mineral (HPAM) dengan kapasitas input 8,3 juta wet ton bijih nikel per tahun dan kapasitas output 278.534 ton dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP), nikel sulfat, dan kobalt sulfat. Nilai investasi proyek ini mencapai US$10,61 miliar. 

Terakhir, smelter PT Smelter Nikel Indonesia dengan kapasitas input 2,4 juta wet ton bijih nikel per tahun dan kapasitas output 76.500 ton dalam bentuk Mixed MHP, nikel sulfat, dan kobalt sulfat. 

Kementerian ESDM menilai pembangunan smelter berteknologi hydrometalurgi tersebut akan semakin mendukung percepatan industri mobil listrik di dalam negeri.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan dengan teknologi yang mumpuni, Indonesia sudah mampu memproses dan mengolah nikel kadar rendah. Dalam bijih nikel berkadar rendah, di bawah 1,7 persen tersebut, mengandung kobalt dan lithium sebagai salah satu bahan baku pembuatan baterai. 

Sejalan dengan hal tersebut, dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) mengenai kendaraan listrik, kebutuhan baterai akan semakin tinggi.

"Walaupun kadar rendah tetap saja bisa dimanfaatkan," katanya, Senin (2/9/2019).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper