Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menampik penerapan harga eceran tertinggi (HET) beras memberatkan pelaku usaha industri beras, khususnya penggilingan padi.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan, besaran HET sudah mengakomodasi kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan, tak terkecuali pelaku usaha industri beras.
“Dalam menentukan besaran HET beras kami selalu melibatkan seluruh pemangku kepentingan,” katanya kepada Bisnis.com, Kamis (29/8/2019).
Suhanto mengatakan, Kemendag belum merencanakan penyesuaian kembali besaran HET beras. Pasalnya, hingga kini Kemendag belum menerima permintaan terkait dengan hal tersebut.
“Sampai saat ini belum ada permintaan, penerapan HET beras masih terus berlanjut dan kami siap mengevaluasi kebijakan tersebut jika mendapatkan masukan konkrit dan formal dari stakeholder perberasan,” katanya.
Lebih lanjut Suhanto menjelaskan, penetapan HET beras merupakan upaya yang dilakukan oleh Kemendag agar masyarakat memperoleh beras dengan kualitas yang sesuai standar dengan harga yang terjangkau.
Baca Juga
HET merupakan instrumen untuk mencegah kenaikan harga beras melampaui harga keekonomian yang sesuai dengan kualitasnya dan menjaga daya beli masyarakat.
“Penetapan HET beras juga mencegah terjadinya upaya spekulasi harga karena harganya sudah pasti,” tegasnya.
Sampai saat ini, besaran HET beras masih mengacu Peraturan Menteri Pedagangan (Pemendag) No. 57/2017. Besaran HET beras dibagi menjadi tujuh kategori berdasarkan wilayah, antara lain;
-HET beras untuk wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatra Selatan ada di Rp9.450 per kg untuk medium dan Rp12.800 per kg untuk premium.
-HET beras wilayah Sumatra kecuali Lampung dan Sumatra Selatan Rp9.950 per kg untuk medium dan RP12.800 per kg untuk premium.
-HET beras wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barat Rp9.450 per kg untuk medium dan Rp12.800 per kg untuk premium.
-HET beras di Nusa Tenggara Timur Rp9.950 per kg untuk medium dan Rp13.300 per kg untuk premium
-HET beras di Sulawesi Rp9.450 per kg untuk medium dan Rp12.800 per kg untuk premium
-HET beras di Kalimantan Rp9.950 per kg untuk beras medium dan Rp13.300 per kg untuk premium
-HET beras di Maluku dan Papua Rp10.250 per kg untuk medium dan Rp13.600 per kg untuk premium.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Burhanuddin menyebut penerapan HET berhasil membuat usaha penggilingan padi di sejumlah daerah harus berhenti beroperasi.
Pilihan tersebut terpaksa diambil untuk menghindari kerugian akibat makin tipisnya selisih harga gabah di pasaran dan HET beras. Harga gabah di sejumlah daerah saat ini diketahui mulai mendekati angka Rp6000/kg.
“Sekarang margin [produksi beras] bukan lagi tipis, tetapi enggak ada. Penggilingan pada lebih memilih berhenti beroperasi karena kesulitan membeli gabah yang harganya terus naik,” katanya di Jakarta, Rabu (29/8).
Burhanuddin mengatakan besaran HET beras yang ditetapkan oleh Kemendag seharusnya dievaluasi secara periodik mengikuti fluktuasi harga gabah. Ia meminta agar pemerintah setidaknya memberikan margin paling sedikit 50% antara harga gabah dan HET beras.
Pasalnya, selisih tersebut tidak hanya berkaitan dengan keuntungan dari penggilingan padi semata, tetapi berkaitan pula dengan biaya operasional seperti biaya pengeringan dan penggilingan, ongkos angkut, dan upah tenaga kerja yang sulit ditekan.