Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengaku belum dapat jawaban dari Kementerian Keuangan berkaitan dengan penambahan kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan yang ditagih oleh pengembang,
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko Heri Djulipurwanto mengatakan bahwa kementerian sudah meminta tambahan kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sampai 150.000 unit, tapi belum mendapat respons Kemenkeu.
"Menurut saya, jangan menjanjikan karena untuk menambahkan kuota ini harus ada APBN-P [anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan]," katanya kepada Bisnis seusai rapat kerja anggaran kementerian dan lembaga PUPR dengan Komisi V DPR di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Eko juga menyebutkan bahwa FLPP tidak dibahas dalam RAPBN kali ini, tetapi dengan anggaran bendahara umum negara (BUN) dengan DPR Komisi IX.
Eko memastikan bahwa tahun depan anggaran FLPP akan ditambah dan sudah dimasukkan dalam nota keuangan.
Adapun, tahun ini dari total anggaran 68.000 unit rumah yang bisa dibiayai FLPP sudah terserap sebanyak 54.000 unit—55.000 unit. Sisa 13.000 unit masih tersebar di sejumlah bank di seluruh Indonesia.
Baca Juga
"Sisanya masih bisa untuk rumah yang sudah di pipeline, sudah commit dengan perbankan. Itu tersebar, kan ada 30-an bank, terus SSB [subsidi selisih bunga] kan memang masih ada sisa tapi memang tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya," kata Eko.
Adapun, PUPR juga sudah melakukan penggeseran atau realokasi kuota yang tidak terpakai ke bank yang membutuhkan sebanyak 5.000 unit. "Nanti akhir September akan ada evaluasi lagi," sambungnya.
Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono mengatakan bahwa untuk menambahkan FLPP harus ada legal basisnya lewat APBN-P.
"Kalau ada, masuk itu, tapi nambah APBN-P harus lewat DPR lagi dulu," katanya.