Bisnis.com, JAKARTA - QR Code merupakan bentuk evolusi kode batang (barcode) dari satu dimensi, seperti di supermarket yang hanya menyimpan informasi secara horisontal, menjadi 2 dimensi yang terdiri dari kumpulan persegi hitam dan titik hitam yang berisi informasi (2D barcode).
Awalnya QR code dikembangkan 1994 di Jepang oleh Denso Wave agar pemindai dapat membaca informasi dan mendapatkan respons secara cepat guna melacak kendaraan dan stok barang dalam gudang. QR Code berkemampuan menyimpan data lebih besar dari barcode. Kelebihan ini membuatnya digunakan dalam konteks yang lebih luas, diantaranya untuk komersial, pendidikan, media komunikasi, makanan minuman dan bahkan dalam sistem pembayaran.
Hal ini mendorong munculnya layanan pembayaran ritel berbasis QR Code dengan kemampuan menyimpan informasi yang besar dan tingkat keamanan yang baik serta efisien, karena penyelenggara tak perlu menyediakan alat khusus untuk model tertentu. Selain itu aman, ringkas, cerdas dan mobile. Merchant dapat menerima dana dari berbagai instrumen pembayaran, baik uang elektronik jenis server-based, tabungan, kartu debit maupun kartu kredit.
Adapun customer dapat melakukan pembayaran dari sumber dana yang beragam melalui mobile application secara aman dan nyaman. Keunggulan ini sangat tepat untuk segmen menengah bawah dan dapat menjadi motor pembayaran elektronik serta mendukung pertumbuhan ekonomi dan keuangan digital.
Secara umum ada dua model pembayaran dengan QR Code. Model pertama disebut Merchant Presented Mode (MPM) atau push payment. Pada model ini merchant yang akan menyampaikan QR Code untuk dipindai oleh customer. Model MPM umumnya lebih cocok untuk merchant berskala mikro dan kecil. Model kedua dinamakan Customer Presented Mode (CPM) atau dikenal dengan pull payment. Pada model ini, customer menampilkan QR Code sebagai ID rekening yang akan dipindai merchant. Umumnya model ini cocok untuk merchant yang memiliki usaha permanen berskala menengah besar.
Layanan pembayaran ritel berbasis QR Code ini sudah lebih dulu berkembang di negara tetangga seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia. Bahkan sudah dilakukan standarisasi QR yang digunakan dalam layanan pembayaran ritel guna menghindari fragmentasi.
Di Indonesia saat ini ada 26 penyelenggara layanan pembayaran berbasis QR Code, baik bank maupun lembaga selain bank (LSB) dengan model dan spesifikasi yang berbeda,sehingga berpotensi menciptakan fragmentasi yang dapat merugikan ekonomi dan masyarakat. Fragmentasi tersebut perlu diatasi dengan menerapkan suatu standar QR Code yang bersifat nasional.
Sejalan dengan komitmen Bank Indonesia (BI) mendukung ekonomi dan keuangan digital, antara lain melalui interlink antara perbankan dan fintech, menjaga keseimbangan antara inovasi dan kehati-hatian serta tetap mengutamakan kepentingan nasional, BI juga terus mendorong layanan pembayaran ritel berbasis QR Code. BI bekerjasama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) telah menetapkan standarisasi QR Code nasional yang dikenal dengan QRIS (Keris) yaitu Quick Response Code Indonesian Standard.
QRIS dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan pembayaran ritel nontunai yang inklusif, khususnya untuk sektor usaha mikro dan kecil. Kehadirannya diharapkan dapat mengakselerasi berbagai program terkait dengan keuangan inklusif, less cash society, dan kolaborasi antara fintech dan perbankan.
Upaya akselerasi tersebut dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif Indonesia, yaitu tingginya generasi produktif usia 15-60 tahun yang pada 2018 mencapai sekitar 68% dari 266 juta jiwa penduduk. Sekitar 65 juta penduduk usia produktif itu adalah generasi milenium berusia 15-30 tahun yang memiliki preferensi layanan pembayaran nontunai. Keunggulan kompetitif ini didukung pula oleh penggunaan telepon genggam yang banyak dengan jumlah pelanggan sekitar 133% dari total penduduk.
Terlebih lagi juga telah tersedia infrastruktur pendukung berupa Gerbang Pembayaran Nasional yang dapat memfasilitasi interkoneksi dan interoperabilitas instrumen pembayaran. Standar QRIS akan berfungsi mengatur rule of game interkoneksi antar penerbit instrumen Sistem Pembayaran dan antar penyelenggara switching, termasuk interkoneksi antar negara. QRIS mengadopsi EMV QRCPS yaitu European Master Visa Co QR Code Specification for Payment Systems dengan pertimbangan adanya aspek greater interconnection.
Untuk tahap awal model yang dipiilh adalah MPM dengan pertimbangan aspek kemudahan, rendahnya investasi, kondisi domestik, dan tingkat inklusi finansial yang masih rendah. Namun ke depan model CPM akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
Penerapan QRIS akan diberlakukan mulai 1 Januari 2020 untuk memberikan masa peralihan bagi para menyelenggara layanan pembayaran berbasis QR dan merchant. Untuk tahap awal penerapan QRIS akan difokuskan pada layanan pembayaran ritel di domestik dengan target utama kelompok usaha mikro dan kecil. Tahap kedua akan dikembangkan untuk transaksi inbound dengan target penggunaan QRIS bagi TKI dan pariwisata. Tahap ketiga ditujukan untuk transaksi outbound bagi WNI yang berkunjung ke luar negeri, termasuk para jemaah haji.
Penerapan QRIS memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat, dunia usaha dan negara. Bagi masyarakat, menggunakan QRIS menjadi gaya hidup baru. Bagi dunia usaha, QRIS membuat merchant menghemat biaya pengelolaan transaksi karena dapat menerima pembayaran dari berbagai instrumen pembayaran. Alhasil penjualan dan laba usaha berpotensi meningkat.
QRIS juga bermanfaat mendorong perekonomian negara, karena terjadi penghematan biaya dalam perekonomian akibat dari turunnya biaya penggunaan uang tunai dan kertas untuk dokumentasi transaksi. Penghematan biaya ini dapat dialihkan kepada kegiatan ekonomi produktif. Risiko keamanan membawa uang tunai, yang dapat menghambat transaksi dalam perekonomian, juga dapat dikurangi.
Saatnya menggunakan QRIS Unggul, yaitu universal, gampang, untung, dan langsung untuk mendukung Indonesia maju.
*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Senin (19/8/2019)