Bisnis.com, JAKARTA -- Meski riset Morgan Stanley menyebut Indonesia cenderung aman dari resesi akibat perang dagang, pelebaran defisit transaksi berjalan perlu diantisipasi.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana menyatakan sependapat dengan Morgan Stanley, bahwa ada downside risk akibat perang dagang utamanya berasal dari risiko melemahnya supply chain atau perdagangan global.
Hal ini, kata Fikri, secara khusus akan berasal dari AS-China. Dia juga lantas melihat hal tersebut berasal bersumber dari eskalasi hubungan yang memburuk antara Korsel-China.
"Namun sayangnya, saya melihat dampak perang dagang akan berlanjut pada currency war dan akan meningkatkan risiko di pasar keuangan global," ungkap Fikri kepada Bisnis.com, Senin (12/8/2019).
Di lain pihak, neraca dagang merupakan fundamental nilai tukar suatu negara. Saat yang sama 3 negara yakni China, AS, dan Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor indonesia.
Akibatnya penerimaan dari ekspor diperkirakan akan menurun, dan memberi imbas pada CAD yang akan membesar.
"Mungkin hingga akhir tahun akan tetap berada pada angka 3% terhadap PDB Indonesia," terang Fikri.
Namun, akibat risiko perang dagang dan perang mata uang, Fikri memperkirakan akan berdampak pada instabilitas rupiah dan selanjutnya pada pasar keuangan dalam negeri.
Kedua terkait sentimen negatif dan ketakutan perang dagang dan perang mata uang akan merebak ke seluruh dunia. Ini seiring dengan persepsi pertumbuhan ekonomi global yang menurun, dan dampaknya dapat meningkatkan premi risiko Indonesia.
"Untuk itu, saya takutkan otoritas moneter akan sangat berhati-hati dalam menurunkan suku bunga acuan dalam negeri untuk menjaga suku bunga kita tetap kompetitif," jelasnya.
Walaupun begitu karena pendorong ekonomi adalah konsumsi, Fikri menyebut hal mendorong pelemahan konsumsi khususnya untuk masyarakat kelas bawah perlu diperhatikan.
"Sehingga PR pemerintah dan otoritas moneter adalah menjaga tingkat inflasi tetap terkendali. Baik dari sisi harga maupun pasokan barang" tegasnya.
Dengan demikian, menurut dia, secara umum dampak perang dagang ke Indonesia memang tidak akan terlalu besar. Indonesia menerima berkah dengan mesin penggerak ekonomi yang bersandar pada pengeluaran, khususnya dari sektor konsumsi domestik.