Bisnis.com, JAKARTA Harga jual listrik ke PT PLN (Persero) masih menjadi tantangan utama pengembangan pembangkit listrik panas bumi (PLTP) yang terus didorong pemerintah untuk ditingkatkan baurannya.
Ketua Umum Asosiasi Panasbumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi mengakui kendala terbesar dalam pengembangan panas bumi memang masih pada persoalan kemampuan beli PLN. Walaupun demikian, menurutnya pemerintah telah melakukan sejumlah cara untuk menghadapi persoalan tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah program pengeboran eksplorasi oleh pemerintah atau government drilling.
"Masalah utama adalah harga keekonomian proyek yang tidak match dengan PLN. Pemerintah sudah ada itikad baik untuk menjembatani, saya punya keyakinan pasti ada peningkatan," katanya, Selasa (13/8/2019).
Dia mengungkapkan pada tahun ini akan ada tambahan kapasitas terpasang PLTP sebesar 185 megawatt (MW).
Keempat pembangkit tersebut, yakni PLTP Lumut Balai Unit I di Sumatera Selatan berkapasitas 55 MW yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PLTP Muara Laboh Unit 1 di Sumatera Barat oleh Supreme Energy berkapasitas 80 MW, PLTP Sorik Merapi 1 di Sumatera Utara oleh Sorik Merapi Geothermal Power 45 MW, dan Sokoria 1 di NTT oleh Sokoria Geothermal Indonesia berkapasitas 5 MW.
Baca Juga
Pada tahun lalu, hanya ada dua PLTP yang mulai beroperasi komersial. Pertama, PLTP Sarulla Unit 3 di wilayah kerja panas bumi (WKP) Sibual Buali, Sumatera Utara, dengan kapasitas 110 MW. Kedua, PLTP Karaha di WKP Karaha Cakrabuana, Jawa Barat, dengan kapasitas 30 MW.
"Kami memang sangat membutuhkan dukungan pemerintah, salah satunya adalah percepatan investasi, harga jual listrik sesuai keekonomian proyek," ujarnya.