Bisnis.com, JAKARTA Pelaku usaha energi baru terbarukan (EBT) menyatakan perlu dukungan pemerintah untuk merangsang investasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Ketua Umum Asosiasi Panasbumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi mengatakan pada tahun ini akan ada tambahan kapasitas terpasang PLTP sebesar 185 megawatt (MW).
Keempat pembangkit tersebut yakni PLTP Lumut Balai Unit I di Sumatera Selatan berkapasitas 55 MW yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PLTP Muara Laboh Unit 1 di Sumatera Barat oleh Supreme Energy berkapasitas 80 MW, PLTP Sorik Merapi 1 di Sumatera Utara oleh Sorik Merapi Geothermal Power 45 MW, dan Sokoria 1 di NTT oleh Sokoria Geothermal Indonesia berkapasitas 5 MW.
Pada tahun lalu, hanya ada dua PLTP yang mulai beroperasi komersial. Pertama, PLTP Sarulla Unit 3 di wilayah kerja panas bumi (WKP) Sibual Buali, Sumatera Utara, dengan kapasitas 110 MW. Kedua, PLTP Karaha di WKP Karaha Cakrabuana, Jawa Barat, dengan kapasitas 30 MW.
"Kami sangat membutuhkan dukungan pemerintah, salah satunya adalah percepatan investasi, harga jual listrik sesuai keekonomian proyek," katanya, Selasa (13/8/2019).
Saat ini, pemanfaatan kapasitas total terpasang energi panas bumi di Indonesia adalah sebesar 1.948,5 Mega Watt (MW). Capaian ini menempatkan Indonesia sebagai produsen listrik panas bumi peringkat kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Semula, posisi ini ditempati Filipina.
Baca Juga
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan sejak 35 tahun lalu, Indonesia telah memiliki pembangkit panas bumi pertama di Indonesia, yakni PLTP Kamojang.
Menurutnya, pembangkit dari energi baru terbarukan (EBT), salah satunya panas bumi, penting dikembangkan untuk memproduksi listrik dari energi yang bersih. Meski demikian, dia menilai perkembangan EBT untuk pembangkitan di Indonesia cenderung lambat, termasuk panas bumi dengan terpasang saat ini yang baru mencapai 1.948,5 MW.
"Geothermal di Indonesia bukan hal baru. 35 tahun lalu [PLTP] Kamojang sudah beroperasi, menyusul Dieng [dan] Lahendong di Manado, semua sudah puluhan tahun. Beberapa kali konferensi ini [diselenggarakan], kemajuan lambat sekali," katanya.