Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bappenas : Belanja K/L Belum Optimal Dorong Ekonomi

Kementerian PPN/Bappenas menyatakan bahwa Belanja kementerian dan lembaga (K/L) masih belum optimal membantu pertumbuhan ekonomi.
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menjawab pertanyaan saat wawancara tentang rencana pemindahan lokasi ibu kota, di Kantor Kementerian PPN, Jakarta, Selasa (30/7/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menjawab pertanyaan saat wawancara tentang rencana pemindahan lokasi ibu kota, di Kantor Kementerian PPN, Jakarta, Selasa (30/7/2019)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian PPN/Bappenas menyatakan bahwa Belanja kementerian dan lembaga (K/L) masih belum optimal membantu pertumbuhan ekonomi.

Menteri PPN/Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian Kementerian PPN/Bappenas atas belanja K/L 2016-2017, setiap 1% peningkatan belanja K/L mampu memberikan andil pertumbuhan ekonomi sebesar 0,06%.

Dengan peningkatan belanja K/L sebesar 11% dari APBN 2016 menuju APBN 2018, seharusnya belanja K/L mampu memberikan andil pertumbuhan ekononi sebesar 0,66%.

Namun, pada faktanya andil pertumbuhan ekonomi pada tahun tersebut dari belanja K/L hanya sebesar 0,24%.

"Berarti ada belanja yang tidak tepat sasaran, yang namanya belanja tepat sasaran adalah belanja yang punya efek secara makro," kata Bambang, Senin (12/8/2019).

Apabila ditilik secara sektoral, kajian Kementerian PPN/Bappenas mengungkapkan bahwa belanja infrastruktur memiliki pengaruh terbesar terhadap pertumbuhan sektor kontruksi dengan pertumbuhan mencapai 0,55%.

Bambang mengungkapkan bahwa hal tersebut wajar mengingat dampak dari pembangunan infrastruktur bisa cepat dirasakan manfaatnya dan dampaknya oleh masyarakat.

Adapun yang menjadi sorotan adalah belanja K/L yang besarannya sudah dipatok dalam undang-undang yakni belanja pendidikan dan belanja kesehatan yang masing sebesar 20% dan 5% dari anggaran.

Pertumbuhan ekonomi sektor jasa pendidikan hanya tumbuh 0,39%, sedangkan sektor jasa kesehatan hanya tumbuh 0,21% terhitung sejak 2013 hingga 2017.

Belanja pendidikan pun tampaknya masih kurang efektif dan efisien apabila dibandingkan dengan besarannya. Hal ini terbukti dari Pisa Score Indonesia yang menempatkan Indonesia di peringkat 63 dari 71 negara.

Bambang menuturkan bahwa belanja pendidikan dan kesehatan merupakan tantangan tersendiri karena belanja dua sektor tersebut merupakan mandatory spending sehingga perlu dimaksimalkan dampaknya.

"Perlu ada ketegasan bahwa belanja pendidikan perlu memiliki kualitas," kata Bambang.

Oleh karena itu, pemerintah perlu berinovasi untuk menghasilkan belanja yang produktif.

Untuk diketahui, terdapat tiga jenis belanja K/L yakni belanja modal, belanja barang, dan belanja pegawai.

Berdasarkan kajian Kementerian PPN/Bappenas atas tiga jenis belanja K/L pada 2016-2017, ditemukan bahwa peningkatan belanja modal sebesar Rp39,1 triliun berdampak pada pertumbuhan ekonomi sebesar 0,03%.

Lebih lanjut, peningkatan belanja barang sebesar Rp31,8 triliun memberikan andil pertumbuhan ekonomi sebesar 0,08%, sedangkan belanja pegawai yang meningkat Rp7,5 triliun membawa dampak pertumbuhan ekonomi sebesar 0,01%.

Hal yang menarik adalah belanja barang ternyata bisa memiliki dampak pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan belanja modal.

"Kita harus lebih cermat soal perbedaan antara belanja modal dengan belanja barang. Belanja barang bisa saja baik karena nantinya akan dihibahkan kepada daerah atau masyarakat," ujar Bambang.

Bambang menerangkan belanja bisa disebut sebagai belanja modal ketika hasil belanja menjadi aset dari K/L terkait, sedangkan belanja barang bisa saja berupa aset yang sejenis dengan belanja modal tetapi dihibahkan kepada masyarakat atau pemerintah daerah oleh K/L terkait.

Dari tahun ke tahun, proporsi belanja barang produktif pun terus meningkat. Data Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan bahwa belanja barang produktif meningkat dari 2015 yang mencapai Rp26 triliun menjadi Rp56 triliun pada 2018.

"Kalau semua kejar target belanja modal, K/L yang belanja modal besar adalah PUPR, Kemenhub, Kemenhan dengan alutsista. Kalau semua dituntut belanja modal besar, ujungnya hanya tambah peralatan kantor yang tidak perlu, itu jadi pemborosan," kata Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper