Bisnis.com, JAKARTA - Melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 110/2019, pemberian fasilitas fiskal berupa pembebasan bea masuk dan PPN ataupun PPnBM bagi IKM berorientasi ekspor diharap lebih tepat sasaran.
"Pada dasarnya fasilitas IKM dirancang untuk mendorong ekspor bagi IKM," ujar Kasubdit Komunikasi Dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro, Rabu (7/8/2019).
Seperti diketahui sebelumnya, pemerintah menambahkan satu ketentuan mengenai investasi atas IKM yang bisa memperoleh fasilitas fiskal tersebut
Pertama, industri kecil penerima fasilitas fiskal adalah IKM dengan nilai investasi maksimal Rp1 miliar.
Untuk industri menengah, nilai investasi berada di kisaran Rp1 miliar hingga Rp15 miliar.
Deni menuturkan bahwa kriteria baru atas fasilitas KITE IKM dibuat agar fasilitas fiskal hanya dinikmati oleh IKM dan bukan perusahaan besar.
Meski terdapat pengetatan, Deni menuturkan bahwa hingga hari ini belum terdapat kebocoran yang menyebabkan fasilitas tersebut digunakan oleh perusahaan besar akibat celah dari regulasi lama.
Dalam regulasi terbaru, badan usaha yang telah ditetapkan sebagai IKM harus menyampaikan laporan mengenai dampak pemberian fasilitas KITE IKM, capai indikator KPI yang ditargetkan, serta target KPI tahun berikutnya.
Barang yang berasal dari fasilitas KITE IKM juga harus dilakukan penatausahaan agar dalam pencatatan dapat dibedakan antara barang yang berasal dan tidak berasal dari KITE IKM.
Lebih lanjut, untuk impor mesin menggunakan fasilitas KITE IKM, IKM yang bersangkutan perlu melampirkan realisasi ekspor terkahir sejak impor mesin sebelumnya.
Deni mengatakan klausul-klausul tersebut ditambahkan agar fasilitas fiskal dapat dikontrol dan lebih terarah kinerjanya.
Untuk mempercepat inklusi IKM, pemerintah juga memangkas kriteria bagi konsorsium KITE penerima fasilitas fiskal KITE IKM.
Pada aturan lama, konsorsium KITE harus memiliki atau menguasai lokasi tempat usaha atau tempat penyimpanan barang yang mendapatkan fasilitas KITE IKM paling singkat 3 tahun. Sekarang, jangka waktunya dipangkas menjadi 2 tahun.
Dengan adanya revisi, Deni mengatakan pihaknya masih belum memasang target peningkatan kontribusi ekspor dari IKM.
Ketika pertama kali diluncurkan, UKM disebut mendominasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan kontribusi sebvesar 57% dari PDB dan menyerap 97% dari tenaga kerja.
Meski demikian, kontribusi ekspor dari UKM masih tergolong rendah yakni hanya 16% dari keseluruhan ekspor nasional.