Bisnis.com, JAKARTA — Pengembang mengharapkan agar kampanye skema pembiayaan seperti bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan dikampanyekan lebih gencar sehingga lebih siap ketika menghadapi kondisi kekurangan kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) seperti sekarang ini.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan bahwa tahun ini anggaran bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) ada sebanyak 30.000 unit. Jumlah itu dinilai cukup besar jika untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan subsidi.
“Sebetulnya, BP2BT itu menarik, apalagi untuk yang di daerah banyak yang pekerjaannya informal. Jadi, secara cakupan pasarnya besar, banyak yang bisa masuk,” katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Adapun, Soelaeman menyesalkan program itu baru kembali digaungkan lagi baru-baru ini, setelah kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) habis.
Dia melanjutkan bahwa kampanye untuk program pembiayaan tersebut kurang agresif sehingga semenarik dan seterkenal FLPP dan SSB (subsidi selisih bunga).
Selain itu, lantaran BP2BT menggunakan suku bunga mengambang (floating), kata Soelaeman, membuat konsumen khawatir sewaktu-waktu suku bunga menjadi terlalu tinggi sehingga makin berat untuk melakukan pembayaran.
Baca Juga
“Kalau SSB dan FLPP kan flat, 5 persen 20 tahun, orang jadi lebih pasti. Namun, saya enggak tau persis nih, kalau bunganya komersial berarti kan floating, kalau, misalnya, 13 persen flat kan juga enggak mungkin,” ujarnya.
Adapun, dengan adanya penurunan suku bunga Bank Indonesia belum lama ini dari 6 persen ke 5,75 persen juga tidak memberi banyak bantuan bagi penurunan suku bunga bank. Pasalnya, suku bunga bank sudah terlanjur tinggi sejak lama.
“Waktu suku bunga BI [Bank Indonesia] masih di kisaran 4 persen suku bunga bank sudah di atas 10 persen, tapi pas suku bunga naik ke 6 persen suku bunga bank tetap di 13 persen, sudah ketinggian memang. Jadi, sekarang kalau mau turun juga bank ragu-ragu, menahan dulu,” kata Soelaeman.