Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengamat menilai kapasitas badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, maupun badan usaha milik desa perlu ditingkatkan karena selama ini belum optimal dalam menyelenggarakan sistem penyediaan air minum.
Direktur Amrta Institute Nila Ardhiani mengatakan bahwa BUMN, BUMD, dan Bumdes mempunyai peran vital dalam menyediakan air minum untuk masyarakat. Terlebih, ketiga entitas itu bakal diberikan mandat pengusahaan system penyediaan air minum (SPAM) dalam Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (SDA).
Pemberian izin hanya untuk BUMN, BUMD, dan Bumdes disebut sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan UU No.7 Tahun 2014 tentang SDA pada 2015.
"Kami melihat dalam rancangan undang-undang ini, titik beratnya SPAM dikelola pemerintah. Ini cukup baik, tapi PDAM di kota-kota besar, misalnya, itu layanannya rendah," jelas Nila sebuah diskusi, Rabu (31/7/2019).
Menurut Nila, cakupan layanan perusahaan daerah air minum (PDAM) tidak optimal.
Dia mencontohkan Jakarta dan Semarang. Cakupan layanan yang tidak optimal membuat penggunaan air tanah menjadi eksesif. Secara khusus, kajian Amrta menunjukkan bahwa cakupan layanan PDAM di Jakarta hanya mencapai 35 persen.
Baca Juga
Secara umum, berdasarkan hasil penilaian kinerja PDAM, pada 2018 tercatat 223 PDAM berkinerja sehat, 99 PDAM kurang sehat, dan 52 PDAM sakit. Sebanyak 18 PDAM berhasil meningkatkan kinerja dari kurang sehat menjadi sehat dan dari sakit menjadi kurang sehat.
Nila menuturkan bahwa swasta tetap diperlukan dalam pengusahaan SPAM dan pengaturan ini sudah tertera dalam Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015.
Dalam beleid tersebut dikatakan bahwa swasta bisa berinvestasi pada unit air baku dan unit produksi. Sementara itu, unit distribusi menjadi ranah BUMN atau BUMD.
Pelaksanaan beleid tersebut juga berlangsung pada beberapa proyek SPAM terbaru, antara lain SPAM Umbulan, SPAM Bandar Lampung, dan SPAM Semarang Barat. Ketiga proyek itu merupakan proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha.