Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan swasta berpeluang untuk tetap bisa berpartisipasi dalam pengusahaan sistem penyediaan air minum seiring dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air.
Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa partisipasi swasta bisa dilakukan lewat kerja sama dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa.
Dia juga menekankan bahwa pengusahaan sistem penyediaan air minum (SPAM) berbeda dengan pengusahaan air minum dalam kemasan (AMDK).
"Sesuai dengan putusan MK [Mahkamah Konstritusi], izin hanya diberikan kepada BUMN, BUMD, atau bumdes [badan usaha milik desa]. Namun, pada penyelenggaraannya tetap bisa kerja sama dengan swasta," ujarnya menjawab pertanyaan Bisnis, Rabu (24/7/2019).
Menurut Basuki, pemerintah dengan Panitia Kerja RUU SDA memang berbeda tafsir terkait kerja sama pengusahaan SPAM. Oleh karena itu, pembahasan pasal-pasal yang mengatur kerja sama dengan swasta berlangsung alot.
Dalam draf RUU SDA Pasal 51 disebutkan bahwa izin penggunaan SDA untuk kebutuhan usaha yang menghasilkan produk berupa air minum untuk kebutuhan pokok sehari harus diberikan kepada badan usaha milik negara, daerah, atau desa penyelenggara SPAM.
Baca Juga
Air minum yang dimaksud adakah produk air minum dari penyelenggaraan SPAM, bukan air minum dalam kemasan produk manufaktur.
Sementara itu, keterlibatan swasta dalam industri air minum bisa dilakukan lewat kerja sama dengan BUMN, daerah, atau desa dengan jangka waktu tertentu. Kerja sama bisa dilakukan lewat pembentukan perusahaan patungan maupun partisipasi modal tiapa-tiap pihak.
Basuki mengemukakan bahwa partisipasi swasta dalam pengusahaan SPAM tetap diperlukan karena kapasitas anggaran negara terbatas.
Dia menyebutkan bahwa untuk menambah sepuluh juta sambungan baru dibutuhkan investasi sebanyak Rp150 triliun.