Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KKP Bakal Tertibkan 2.000 Unit Kapal Tanpa Izin

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melakukan penertiban atas sekitar 1.000-2.000 unit kapal yang diduga dibangun tanpa izin.
Kapal ikan hasil sitaan ditenggelamkan, di perairan Tanjung Benoa, Bali./Antara-Wira Suryantala
Kapal ikan hasil sitaan ditenggelamkan, di perairan Tanjung Benoa, Bali./Antara-Wira Suryantala

Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melakukan penertiban atas sekitar 1.000-2.000 unit kapal yang diduga dibangun tanpa izin.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Machmud menyebutkan setiap kapal penangkap ikan yang dibangun di wilayah Republik Indonesia harus mendapatkan izin terlebih dahulu.

“Sebenarnya enggak boleh [bangun kapal tanpa izin]. Ini kan Seperti  IMB [izin mendirikan bangunan], Anda mau bangun harus ajukan dulu,” katanya, baru-baru ini.

Untuk itu, pihaknya akan melakukan due diligence (uji tuntas) terkait pembangunan kapal-kapal tersebut. Salah satu yang akan menjadi bahan pertimbangan pihaknya adalah latar belakang pembangunan kapal yang diduga tanpa izin.

Menurut Zulficar, ada sejumlah hal yang disinyalir menjadi penyebab adanya pembangunan kapal tanpa izin seperti jauhnya akses perizinan atau jeda pembangunan kapal yang terlalu jauh dari waktu izin diperoleh.

“Ini kenapa kita lihat case by case situasinya,” tambahnya.

Selain masalah tersebut, pihaknya juga memperkirakan ada 10.000 kapal di daerah yang melakukan mark down atau tidak mencatatkan tonase kapal yang sebenarnya.

Saat ini, izin-izin untuk kapal tersebut ditengari dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Pasalnya, pengurusan izin untuk kapal berukuran kurang dari 30 gross ton (GT) memang ada di daerah.

Terdaftarnya kapal berukuran lebih dari 30 GT ini sebagai kapal berukuran kurang dari 30 GT berpotensi menimbulkan efek domino atau terjadinya pelanggaran lebih jauh. Sebagai contoh, hal ini memungkinkan kapal-kapal tersebut mendapatkan akses kepada bahan bakar bersubsidi. 

Padahal, kapal berukuran lebih dari 30 GT tidak seharusnya mendapatkan bahan bakar bersubsidi.

Selain itu, dengan terdaftar sebagai kapal berukuran kurang dari 30 GT, ada kemungkinan kapal-kapal ini masuk ke wilayah perikanan para nelayan yang berpotensi menimbulkan konflik.

“Sumber daya akan habis karena kalau dia ngaku kapalnya cuma, misalnya 29 ton, enggak mungkin hasilnya di atas itu,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper