Bisnis.com, JAKARTA – PT Unilever Indonesia Tbk. telah meluncurkan produk berkelanjutan pada tahun ini. Perseroan menilai peluncuran produk tersebut sejalan dengan visi perseroan untuk mengurangi setengah emisi yang dihasilkan oleh perseroan.
Berdasarkan laporan berkelanjutan 2018, perseroan telah mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) perseroan sebesar 33,16% menjadi 101,69 Kg/ton dari 152,15 Kg/ton pada 2008. Adapun, emisi perseroan turun 1,31% jika dibandingkan total emisi tahun sebelumnya senilai 103,05 Kg/ton.
Alhasil, perseroan harus mengurangi emisi GRK sebanyak 25,615 Kg/ton pada proses produksi perseroan hingga tahun depan. Dengan kata lain, emisi GRK pada tahun ini harus berkurang 25,18% secara tahunan.
Head of Sustainable Business Unilever Foundation Indonesia Sinta Kaniawati mengatakan penurunan emisi tersebut tidak dilakukan berdasar kebijakan pajak karbon yang dicanangkan akan dikeluarkan pada 2020.
“[Alasan] kami [menurunkan jejak karbon] tidak spesifik ke pajak karbon, tujuan kami lebih ke pengurangan karbon itu sendiri. Kalau itu [pajak karbon] jadi implikasi [penurunan emisi karbon], ya syukur,” uajrnya kepada Bisnis, Rabu (17/7/2019).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Personal Care Unilever Indonesia Ira Noviarti menyampaikan tujuan perseroan meluncurkan produk berkelanjutan juga karena potensi pasar yang besar. Menurutnya, pasar produk kosmetika berkelanjutan di Asia telah mencapai US$625 juta.
“Makanya, pemain kayak kami melihat ini sesuatu yang harus [dimanfaatkan] tidak secara pasif, tapi proaktif,” paparnya.
Adapun, produk yang ditawarkan perseroan merupakan hasil kerja sama dengan perusahaan essential oil asal Swiss, Gidauvan. Ira berujar perseroan masih mengimpor produk terebut dari sister company perseroan di Thailand.
Ira mengutarakan salah satu alasan perseroan belum mendirikan fasilitas pembuatan produk tersebut di dalam negeri karena skala keekonomiannya yang belum mencukupi. Maka dari itu lanjutnya, perseroan akan melihat serapan produk tersebut di dalam negeri.
Selain itu, menurutnya, belum ada fasilitas daur ulang yang dapat membuat kemasan yang sesuai dengan klasifikasi kemasan pada produk tersebut. Adapun, bahan baku untuk pembuatan kemasan produk tersebut didapatkan dari berbagai negara di Asia.
“Kemasan ini tidak diproduksi di Indonesia, tapi diproduksi di Thailand. Tantangan kami adalah mendapatkan recycled plastic materials. Kalau sudah ready kami akan produksi di sini,” paparnya.