Bisnis.com, JAKARTA -- PT Indonesia Power memastikan PT PLN (Persero) akan tetap membeli listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap Suralaya 1 & 2 meskipun sempat dinyatakan memiliki harga pembelian listrik yang lebih mahal dibandingkan dengan sejumlah pembangkit baru yang mulai beroperasi.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Indonesia Power M. Ahsin Sidqi mengakui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya 1 & 2 memang telah beroperasi lebih dari 30 tahun dengan teknologi subcritical boiler. Menurutnya, harga pembelian listrik oleh PLN masih tergolong murah.
Dia mengungkapkan biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan PLTU Suralaya 1 & 2 masih berada dibawah Rp600 per kilowatt hour (kWh) atau sekitar US$4,3 sen per kWh. Bahkan, Ahsin berani memastikan harga pembelian listrik PLTU Suralaya I & II nilainya paling murah dibandingkan dengan pembangkit lainnya.
Adapun Indonesia Power mengelola tujuh unit pembangkit (UP) Suralaya yang berlokasi di Banten. Total kapasitas terpasang ketujuh unit tersebut mencapai 3.400 megawatt (MW), sehingga menjadikan UP Suralaya sebagai unit terbesar di Indonesia yang dimiliki Indonesia Power.
"Jadi, isu PLN akan menghentikan pembangkit listrik tidak ada. Sampai sekarang PLTU Suralaya masih menjadi backbone. Memang umurnya sudah 30 tahun, tetapi sampai sekarang masih menjadi andalan di sistem Jawa-Bali," katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Dia menuturkan lantaran sudah berusia lebih dari 30 tahun, investasi dari pembangkit tersebut telah memberikan keuntungan untuk perseroan. Menurutnya, PLN tidak akan menghentikan pembelian listrik ke PLTU Suralaya, melainkan hanya akan mengatur operasi sistem pembangkitan.
Baca Juga
"Itu kan pilihan operasi sistem. Saat banyak hujan, yang akan jadi prioritas PLTA [pembangkit listrik tenaga air]," katanya.
Dia menegaskan selama listrik masih menjadi kebutuhan masyarakat, PLN tidak akan serta merta menghentikan pembelian listrik pada sejumlah PLTU meskipun semakin banyak pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang beroperasi.
"Saya rasa bahasanya nanti bukan dimatikan, tetapi pengoperasian tergantung saat diperlukan," katanya.
Sebelumnya, PLN menyatakan akan mematikan pembangkit boros energi secara bertahap menyusul beroperasinya sejumlah PLTU baru yang lebih efisien di Pulau Jawa.
Adapun pembangkit listrik dengan teknologi ultra supercritical yang mulai beroperasi saat ini mampu menjual listrik dengan harga murah, yakni hanya US$4,2 sen. Sementara rata-rata pembelian listrik PLN saat ini US$7,7 sen.
“Padahal untuk selisih setiap sen dolar kami bisa hemat biaya Rp25 triliun untuk masa kontrak pembelian 25 tahun sebuah pembangkit dengan kapasitas 1.000 MW,” kata Djoko.