Bisniscom, KARUIZAWA —PT Perusahaan Listrik Negara secara bertahap akan mematikan pembangkit boros energi menyusul beroperasinya sejumlah PLTU baru yang lebih efisien di Pulau Jawa.
Hal tersebut dinyatakan Plt. Direktur Utama PLN Djoko Rahardjo Abumanan di sela-sela G20 Ministerial Meeting on Energi Transitions and Global Environment for Sustainable Growth di Karuizawa, Jepang, Sabtu (15/6/2019).
Tahun ini PLN setidaknya mulai mendapatkan pasokan listrik dari PLTU dengan teknologi ultra super critical yang sangat efisien di Cilacap, Jateng dan Bojonegara, Banten dengan kapasitas 2 x 1000 MW. Secara perlahan pembangkit listrik baru tersebut akan menggantikan pasokan dari pembangkit listrik berbahan bakar minyak atau batu bara yang telah berusia tua.
“Ini merupakan upaya kami menghemat biaya pembelian listrik. Pembangkit listrik lama bisa dipindahkan, atau kalau memang sudah tidak ekonomis ditutup,” tutur Djoko.
Plt. Dirut PLN Djoko Rahardjo Abumanan dan Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto/Bisnis-Hery Trianto
Djoko mencontohkan, 3 pembangkit listrik di Gresik dengan kapasitas 400 MW yang sudah tidak dioperasikan. PLN juga mempertimbangkan untuk tidak lagi membeli listrik dari PLTU Suralaya 1 & 2 yang boros batu bara milik anak usahanya, PT Indonesia Power.
Pembangkit listrik dengan teknologi ultra super critical menjual listrik dengan harga murah hanya US$4,2 sen. Sementara rerata pembelian listrik PLN saat ini US$7,7 sen.
“Padahal untuk selisih setiap sen dolar kami bisa hemat biaya Rp25 triliun untuk masa kontrak pembelian 25 tahun sebuah pembangkit dengan kapasitas 1.000 MW,” tutur Djoko.
Setiap tahun, menurut Djoko, PLN mengeluarkan biaya pembelian listrik Rp280 triliun. “Dengan membeli listrik lebih murah, maka biaya bisa ditekan dan kami bisa menjual listrik ke konsumen lebih rendah pula.”