Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa pihaknya sedang mengupayakan untuk mendorong penerimaan pajak di sektor digital melalui penyusunan undang-undang yang terkait dengan perpajakan.
Hingga saat ini, pemerintah sedang mengupayakan revisi atas UU No. 28/2007 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Selain itu, pemerintah sekarang juga sedang mengupayakan revisi atas UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan di mana salah satu wacananya adalah menurunkan tarif PPh badan dari 25% menjadi 20%.
Mengingat besarnya potensi penerimaan dari penggunaan internet, realisasi penerimaan pajak dari sektor digital hingga saat ini masih rendah.
Sri mengatakan tantangan perpajakan di era ekonomi digital merupakan topik yang dibicarakan dalam forum G20 dan harus diantisipasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Oleh karena itu, sistem perpajakan harus lebih fleksibel dan bisa mengenakan pajak kepada perusahaan asing yang mendapatkan keuntungan di dalam negeri.
Dengan ini, definisi Badan Usaha Tetap (BUT) perlu direvisi dari permanent establishment menjadi economic presence.
"Jadi bukan lagi fisik, tapi nilai ekonomi dan kegiatan yang menghasilkan nilai tambah dan pendapatan menjadi sangat penting," kata Sri Mulyani, Senin (15/7/2019).
Selain itu, DJP juga diharap selalu adaptif terhadap perkembangan zaman. Kantor DJP ke depannya juga akan diklasifikasikan berdasarkan keragaman jenis dan jumlah segmentasi Wajib Pajak (WP) serta cakupan wilayah administrasi.
Pelayanan perpajakan juga akan didorong berbasis online dalam rangka meminimalisir tatap muka langsung dengan WP.
"Arah pengembangan organisasi Kemenkeu adalah terwujudnya administrasi perkantoran basis digital," katanya.
Jenis pekerjaan yang makin kompleks dan makin banyak kuantitasnya sangat sulit untuk ditangani secara manual.
Tantangan-tantangan tersebut tidak bisa lagi diatasi dengan menambah pegawai, yang diperlukan adalah dibangunnya terobosan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan basis data perpajakan.