Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian akan mengevaluasi penerapan Permentan 1/2018 dalam upaya memangkas mata rantai perdagangan kelapa sawit di level petani.
Permentan 1/2018 tentang pedoman penetapan harga pembelian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit produk pekebun itu mengatur soal peniadaan tengkulak atau pengepul dalam penjualan TBS dari pekebun ke pabrik kelapa sawit (PKS).
Kasdi Subagyono, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, mengatakan beleid itu pada prinsipnya untuk memperpendek rantai pasok agar margin di level petani meningkat, kendati dia mengakui implementasi di lapangan belum sempurna. Keterlibatan tengkulak atau pengepul masih ditemukan dan menjadi salah satu pekerjaan rumah pemerintah.
“Jadi, cara mengevaluasinya ada pengurangan, ada perbaikan, untuk 100 persen [diterapkan] ya bertahap,” katanya kepada Bisnis, Senin (8/7/2019).
Dia menambahkan pihaknya akan mengevaluasi kinerja pemerintah daerah produsen sawit sekaligus mendorong sosialisasi mengenai regulasi tersebut. Adapun, dalam pasal 19 Permentan 1/2018 itu, disebutkan bahwa pemerintah menyiapkan sanksi hingga mencapai level pencabutan izin usaha kepada perusahaan perkebunan yang tidak menerapkan aturan tersebut.
Di sisi lain, untuk mengoptimalkan usaha pemerintah dalam memotong rantai pasok sawit, Kementan akan mengembangkan sistem yang prinsipnya sama dengan Toko Tani Indonesia (TTI) untuk produk pangan. Melalui TTI, rantai pasok (supply chain) pangan yang semula 8-9 pihak menjadi hanya 3-4 pihak.
Baca Juga
“Prinsipnya seperti TTI tetapi saat ini belum diputuskan, [masih dibahas],” ujar Kasdi.
Terpisah, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Alpian Arahman menilai pemerintah perlu melakukan intervensi untuk menyederhanakan tata niaga sawit karena mekanisme teknis perhitungan harga jual beli dan tata niaga TBS sawit cenderung rancu.