Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terkait Harga Beli, Pemerintah Perlu Atur Kembali Tata Niaga Sawit

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia atau Apkasindo menilai pemerintah perlu melakukan intervensi untuk menyederhanakan tata niaga sawit. 
Pekerja membongkar muatan kelapa sawit dari truk di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur, Malaysia./Reuters-Samsul Said
Pekerja membongkar muatan kelapa sawit dari truk di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur, Malaysia./Reuters-Samsul Said

Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia atau Apkasindo menilai pemerintah perlu melakukan intervensi untuk menyederhanakan tata niaga sawit. 

Ketua Umum DPP Apkasindo Alpian Arahman mengatakan mekanisme teknis perhitungan harga jual beli dan tata niaga tandan buah segar (TBS) sawit cenderung rancu. Pasalnya, hal tersebut tidak disertai dengan sanksi yang tertuang pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2018 tentang pedoman penetapan harga pembelian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit produksi pekebun.

Dia menambahkan intervensi yang diharapkan adalah menggerakkan pemerintah daerah dan korporasi untuk patuh terhadap ketentuan yang diamanatkan oleh beleid tersebut.

"Kami mengharapkan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten untuk secara proaktif mengawal Permentan Nomor 1/2018 karena kami melihat beleid ini belum dikontrol dengan baik, sehingga harga beli TBS di lapangan masih fluktuatif," katanya, Senin (8/7/2019).

Alpian melanjutkan pada tingkat wilayah, masih ditemukan potongan harga beli TBS sebesar 5 persen hingga 10 persen yang dilakukan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) terhadap pekebun. 

Adapun, menurut data milik Apkasindo, harga TBS di tingkat petani sekarang senilai Rp500 per kg-Rp700 per kg. "Itu potongan wajib. Artinya, setiap petani yang mengantar buah ke PKS itu tetap dikenai potongan, [ini terjadi] di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.

Selain itu, tambah Alpian, masih maraknya kerja sama antara PKS dengan supplier atau tengkulak nonpekebun sawit juga menyebabkan harga TBS tergerus.

Padahal, pada pasal 4 Permentan Nomor 1/2018, disebutkan bahwa perusahaan perkebunan harus membeli TBS pekebun atau petani mitra melalui kelembagaan pekebun. Artinya, PKS seharusnya membeli TBS langsung dari kelembagaan petani melalui sistem kemitraan dengan kelompok tani atau koperasi, bukan membeli TBS dari supplier, tengkulak, atau pengepul. 

"Di seluruh wilayah Indonesia, PKS itu sudah bermitra dengan supplier [atau tengkulak], sehingga koperasi atau kelompok tani sulit untuk bisa menjual TBS secara langsung ke PKS," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper