Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah yang mengusulkan perubahan bea meterai naik menjadi Rp10.000 hangat diperbincangkan, memang apa saja fungsi dari meterai?
Secara umum, Meterai digunakan agar dokumen yang ditandatangani memiliki nilai hukum. Saat ini, Meterai yang beredar di Indonesia ada dua jenis yakni, meterai Rp3.000 dan Rp6.000.
Adapun, perbedaan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 antara lain, Rp3.000 digunakan untuk dokumen yang memiliki nilai transaksi Rp250.000 sampai kurang dari Rp1 juta. Lalu, Rp6.000 digunakan untuk dokumen yang memiliki nilai transaksi lebih dari Rp1 juta.
Rencana mengubah meterai menjadi satu harga senilai Rp10.000 pun tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pemerintah harus mengajukan rancangan undang-undang (RUU) bea Meterai untuk menggantikan UU No.13/1985.
Pasalnya, UU itu mengatur tentang kenaikan harga meterai paling maksimal dilakukan sebanyak enam kali. Saat ini, pemerintah sudah menggunakan seluruh kesempatan tersebut.
Usul pemerintah untuk RUU bea meterai itu antara lain, menyederhanakan bea meterai menjadi satu tarif yakni, Rp10.000, batasan dokumen yang dikenakan bea meterai dinaikkan dari Rp250.000 [untuk meterai Rp3.000] menjadi Rp5 juta. Lalu, dokumen digital nonkertas juga masuk menjadi obyek bea meterai.
Baca Juga
Perubahan harga meterai itu diharapkan bisa menambah pendapatan negara. Sejak 2001, pendapatan negara dari bea meterai hanya meningkat 3,6 kali lipat dari Rp1,4 triliun menjadi Rp5,08 triliun. Padahal, produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia sudah meningkat 8 kali lipat dari Rp6,7 juta menjadi Rp51,9 juta.
Jika dilihat potensinya, Sri Mulyani memaparkan jumlah meterai yang beredar saat ini sebanyak 79,9 juta dalam nominal Rp3.000 dan 803,2 juta dalam nominal Rp6.000. Artinya, jika harga dinaikkan menjadi Rp10.000, penerimaan negara dari bea meterai bisa naik menjadi Rp8,83 triliun dibandingkan dengan Rp5,08 triliun pada 2017.
Dalam catatan Bisnis, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai pendpatan per kapita dan pendapatan pajak harus berjalan beriringan.
"Artinya, ada potensi untuk meningkatkan penerimaan bea meterai yang bisa dilakukan tanpa memberatkan masyarakat," ujarnya
Melihat wacana pemerintah yang melakukan terobosan dengan mengenakan tarif bea meterai pada dokumen digital nonkertas, memang apa esensi pengenaan bea meterai?
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, bea meterai berperan sebagai pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen dengan preferensi tertentu yang bersifat perdata.
Berdasarkan Pasal 2 Ayat 1-4 UU No. 13 Tahun 1985, dokumen yang dikenakan bea meterai antara lain seperti, surat perjanjian; akta notrais termasuk salinannya; surat yang memuat nilai uang lebih dari Rp1.000.000; surat berharga seperti wesel atau cek bernominal lebih dari Rp1.000.000; atau efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang nominalnya lebih dari Rp1.000.000.
Meski demikian, merujuk Pasal 1 huruf a Kemenkeu No. 476/KMK/03/2002 Tahun 2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian, pada dasarnya dokumen yang belum dibubuhi meterai juga tetap bisa diajukan sebagai alat bukti di pengadilan. Caranya dengan melunasi biaya administratif bea meterai yang dilakukan dengan Pemeteraian Kemudian.
Adapun terkait RUU Bea Meterai yang baru, Robert Pakpahan selaku Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan nantinya meterai yang ada bakal bervariasi dan tidak hanya berupa meterai tempel demi menjamah sejumlah dokumen nonkertas.
Komisi XI DPR RI turut berkomitmen untuk menyelesaikan RUU ini sebelum berakhirnya masa jabatan DPR RI periode 2014-2019. Bahkan Misbakhun selaku Anggota Komisi XI mengatakan regulasi ini harus selesai pada September 2019. Sementara Heri Gunawan, anggota Komisi XI lainnya, berpandangan perolehan melalui bea meterai memiliki potensi untuk dikembangkan.